Quantcast
Channel: Catatan Sawali Tuhusetya
Viewing all 147 articles
Browse latest View live

Tiba waktu; “Puisi Jernihkan …”

$
0
0

Oleh: Ali Syamsudin Arsi

Penghujung bulan Juni, tepatnya pada tanggal 28 nanti, bertempat di arena pentas bernama Panggung Bundar Mingguraya Banjarbaru akan digelar ‘sesuatu yang beda’. Berbeda dari pelaksanaan sekali dalam sebulan setiap malam Sabtu-nya.

Panggung Bundar Mingguraya akan dihadiri oleh banyak pembaca puisi dari pulau Jawa dan Sumatera. Bahkan juga ada kemungkinan Denny Indrayana ikut membaca puisi bersama pembaca lainnya, tentu tak ketinggalan pembaca dari Kalimantan Selatan.

Rombongan dari luar Kalsel akan dipimpin oleh Sosiawan Leak sebagai koordinator/penggagas/penyunting buku “Puisi Menolak Korupsi”. Ini peristiwa penting dan bersejarah.

Malam Sabtu, yang memang sudah rutin dilaksanakan sekali dalam setiap bulan, malam di angka penanggalan 28 bulan Juni ini adalah sebuah rangkaian acara yang dimulai dari bulan Maret tahun 2012 lalu, berarti hingga saat ini memasuki bulan ke-15. Bulan-bulan sebelumnya dengan tema berbeda-beda, dan pada bulan ini dibalut tema : “Mereka telah menghisap sampai ke tulang-tulang, karena kau manusia”  Tema yang memang disesuaikan dengan acara pembacaan puisi-puisi dari buku “Puisi Menolak Korupsi”.

Pada kesempatan ini akan kita perkenalkan ‘tamu-tamu dari luar Kalsel tersebut’ yang akan hadir di Panggung Bundar Mingguraya nanti, mereka adalah: 1. Sosiawan Leak, 2. Bambang Eka Prasetya, 3. Acep Syahril, 4. Didit Endro, 5. Wage Tegoeh Wijono (pembaca puisi, pemerhati road show PMK), 6. Hardho Sayoko SPB, 7. Kidung Purnama, 8. Lukni Maulana, 9. Beni Setia, 10. Lennon Machali, 11. Murdoks Sastra Riau, 12. Ajuk (aktris monolog), 13. Dimas Indiana Senja (pembaca puisi, pemerhati road show PMK), 14. Heru Mugiarso, 15. Denny Indrayana.

Untuk nama Denny Indrayana sendiri memang tidak terdapat di dalam buku “Puisi Menolak Korupsi”, tetapi dengan gaya yang sangat meyakinkan dari seorang Penyair Gila, abah Arsyad Indradi menegaskan bahwa Denny Indrayana yang kini menjabat sebagai wakil menteri Kehakiman dan HAM siap hadir dan membaca puisi, “Siap. Denny Indrayana telah menjawab sms abah, ia siap hadir dan ikut membaca puisi di Banjarbaru, yaitu di Panggung Bundar Mingguraya,” jelas Penyair Gila. Semoga saja benar-benar hadir, dan bila pun tidak maka Panggung Bundar Mingguraya tetap dilaksanakan dan tidak mengurangi makna acara yang sudah dirancang oleh panitia. “Kami tidak terlalu berharap banyak kepada kehadiran Denny Indrayana karena memahami tugas kerja yang padat di pundak beliau, tetapi bila pun hadir maka kita menyambutnya dengan penuh rasa persaudaraan, sebab beliau ‘dangsanak kita jua’ yang kini dipercaya dalam tugas negara sebagaimana kita ketahui bersama,” ungkap HE. Benyamine selaku koordinator lapangan di agenda Panggung Bundar Mingguraya.

Berikut nama para tamu yang karyanya tercantum di dalam buku “Puisi Menolak Korupsi”.

Sosiawan Leak, lahir di Solo, 23 September 1967. Menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UNS, Solo. Menulis puisi, esai, dan naskah teater di samping menjadi actor dan sutradara beberapa grup teater. Kini tinggal di Solo, Jateng.

Dalam buku PMK (Puisi Menolak Korupsi) dapat dibaca puisinya berjudul MESIN TANAH: mulutmu/ seperti mesin tanah/ selalu memamah pecahan genting/ batu bata dan bengkah sawah// mengunyahnya/ dalam ketidakpastian hokum agraria/ tragedi kebakaran terencana/ atau eksekusi yang diprovokasi pentungan dan senjata/ bersama para seragam dan gerombolan preman/ usai menenggak darah dan nanah kebrutalan/ sembari pesta narkoba yang dilindungi/ persekutuan setan berwajah nabi// mulutmu/ seperti mesin tanah/ selalu bicara soal lahan kubur yang tak terjaga/ meneriakkan ranah subur dalam hitungan angka-angka/ yang meledak menjadi serpihan kaca/ karat besi dan hujan asam di tubuh para harga/ merajang-rajang cangkul, bajak dan sapi/ membeset-beset perahu, jarring dan jala/ membedah tanggul anggaran/ yang kau bangun bersama para tikus dan ular!// mulutmu/ seperti mesin tanah/ yang selalu menjanjikan kesuburan dan harapan/ tiap kali memimpin upacara penghormatan/ saat mengerek panji-panji demokrasi/ bergambar otak udang/ dan belatung hati !/// (halaman 324).

Bambang Eka Prasetya, lahir di Jombang, 5 Desember 1952. Menulis di sela-sela kesibukannya sebagai Direktur Utama PT. Tata Banua Adinusa, Banjarbaru, Kalsel. Kini tinggal di Malang, Jatim. Alamat: Pandansari Utara 24 Rt 07/10, kelurahan Sumberrejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang 56172.

Dalam buku PMK dapat dibaca puisinya berjudul SELAMAT DATANG DI NEGERI SETAN: Selamat datang di negeriku / Negeri yang menebar benih-benih janji/ Tunas tumbuh berbalut kebohongan/ Bencana melanda tak pula membawa jera//Inilah wajah negeriku/ Negeri sakit jiwa bernahkoda korup serakah/Perebutan kekuasaan dan kekayaan hal lumrah/ Di setiap pelataran pertarungan kepentingan// Inilah negeri jajahan setan/ Negeri yang dijejali rakyat miskin dan lapar/ Dengan makanan berwajah setan/ Nun di atas  panggung sana mereka tak henti bertengkar/// (halaman 109).

Acep Syahril, lahir di Kuningan, 25 November 1963. Kini tinggal di Blok Senerang Desa Sudikampiran, Indramayu, Jawa Barat.

Dalam buku PMK terbaca puisinya di bawah judul: GURU KAMI TUKANG SAPU NEGARA : Kami tahu guru kami yang sesungguhnya tidak pernah berfropesi ganda apalagi merangkap sebagai tukang sapu tapi akhir-akhir ini mereka sering terjebak dalam masalahnya sendiri dan diam-diam mereka merubah wujudnya jadi ikan sapu-sapu yang bergerak ke segala ruang bahkan menyusup ke jalan jalan darah mereka tidak hanya menghisap kotoran tapi juga memakan urat-urat otot seperti persendian tulang anak istri kami dan tanpa dengki guru bersama teman-temanya sangat rajin menyapu siang malam mereka berfikir keras dengan imajinasinya agar bisa menyapu semen beton besi kertas tiket perjalanan panti asuhan gedung sekolah gedung perkantoran wc kamar mandi sampai ke jembatan mereka sapu //Lalu keselokan paginya di lapangan upacara guru menganjurkan agar kami selalu berfikir pakai logika hari ini mau makan apa besok mau dapat uang dari mana dan kita harus bekerja keras katanya tapi lagi-lagi bila malam tiba guru-guru kami selalu berfikir dengan imajinasi mereka berfikir bagaimana caranya menyapu uang Negara namun tak berbekas tidak seperti penggasak sandal jepit atau maling ayam tetangga //Ow ow sungguh kami malu jadi tukang sapu seperti guru, /// 2011(halaman 9).

Didit Endro S, lahir di Grobogan 26 April 1970. Kini tinggal di Jepara, Jateng.

Dalam buku PMK terdapat puisinya berjudul BERANG-BERANG: berang-berang beringas/ mecakari segala yang ada/ sang tupai mengintip pada celah dedaunan/ sementara/ sang rase menyelinap/ di balik akar gelap// berang-berang menggila/ akar-akar ludes/ batang-batang tumpes/ mengganas tanpa tegur sapa/ melibas sekitarnya/ dan,/ dor !!!/ tak seberapa lebar/ peluru itu merobek punggungnya/ tetapi darah itu/ mengalir tembus hingga dada/ berang-berang lunglai/ meletakkan kepala/ pada ujung akar yang dikeratnya/ tak ada negosiasi/ tak ada lagi konspirasi/ berang-berang mati/ tak ada lagi yang bisa dibeli/// jepara (halaman 150).

Hardho Sayoko SPB, lahir di Ngawi 16 Juli 1955. Kini tinggal di Ngawi, Jateng.

Dalam buku PMK terpampang puisinya berjudul KAWULA NEGERI ATAS ANGIN: berdalih demi berkesinambungan pembangunan negeri Atas Angin walau setiap musim upeti dan aneka pungutan selalu merangkak tak soal sebab unjuk rasa sambil memaki moyangnya Ifrit tidak dilarang mendapat bonus membakar ban bekas dan menginjak-injak poster meski sejatinya semua untuk kesejahteraan upah pengelola kerajaan  dan rekreasi para pengaku wakil meski sering mangkir saat pasewakan selain disedot garong lewat proposal yang tersusun di meja kekuasaan setiap menyediakan prasarana untuk para kawula yang kelaparan// Petinggi parpol lebih tinggi dari malaikat/ tidak takut disidik jika terlihat perbuatannya jahat/ saat muncul di tivi sosoknya bak selebriti/ dalam tayangan berita criminal penyalah gunaan jabatan/ di negeri Atas Angin tak mudah menjadikan maling jadi tersangka karena asas praduga tidak bersalah menjamin setiap warga Negara anehnya maling singkong lebih cepat dijebloskan ke dalam penjara// Di negeri Atas Angin yang sebenarnya sangat amat kaya raya/ karena salah kelola rakyatnya miskin dan banyak yang terlunta di negeri orang/ menjadi buruh dan babu karena pemerintah tak menyediakan lapangan keraj/ raja yang dipilih lewat perhelatan meriah dengan mengobral berlaku mimpi/ meski terbukti ingkar janji setelah berhasil mengenakan mahkota bersusun tiga/ tak merasa malu karena merasa diberi contoh para penguasa sebelumnya/ justru para pengusungnya mencari celah untuk mengabadikan kekuasaannya/ selain tetap aman jika terus memerintah juga ingin terciprat proyek triliyunan /// kedunggalar, 21 Oktober 2012/30/april 2013, halaman 201.

Kidung Purnama, lahir di Ciamis, 3 Januari 1969. Tinggal di Jalan Bojonghuni no. 16, Ciamis, Jabar.

Dalam buku PMK terbaca puisinya berjudul, CATATAN PERJAMUAN MALAM: Dalam segelas anggur merahmu/ Kau tebarkan pesona senyuman/ Kemabukan malam-malam itu kian menjalar/ Mengulur waktu melewati kegelisahan hari/ Dalam jari-jemarinya merenggut kesempatan/ Di antara tiang-tiang beton kekuasaan silih berganti/ Tumpang tindih menguras keringat kemiskinan negeri///

2013 halaman 240.

Lukni Maulana, lahir di Semarang, 24 Juli 1984. Kini tinggal di Semarang.

Dalam buku PMK terdapat puisinya berjudul, UANG LEGISLASI: Kita mengira korupsi berurusan dengan mata uang/ Uang rakyat tentunya/ Coba sedikit renung akar masahnya/ Korupsi memang bahaya/ Sekali tembak satu juta penduduk/ Hilang seketika// Otak kita dipenuhi dengan bahan material/ Adanya uang dan uang/ Lupa korupsi sesungguhnya/ Awas bahaya laten, katanya// Korupsi bukan soal uang semata/ Paling bahaya korupsi legislasi dan aturan/ Sehingga siap-siaplah engkau/ Jadi korban seterusnya/// Semarang, 7/04/13 halaman 265.

Beni Setia, lahir di Soreang, 1 Januari 1954. Kini tinggal di Caruban, Kabupaten Madiun, Jatim.

Dalam buku PMK tampak puisinya dalam judul, GENETIKA KORUPSI, 5: Setelah imsak kita menagguhkan segalanya/ Hasrat, syahwat, dan kesepakatan win win/ Sampai maghrib- setan mengumandangkan:/ Isyarat korupsi berjamaah 1.000.000 rakaat// Mendaras kuintansi fiktif, baiat bagi fee dari/ proposal serta tender t-s-t, lantas begadang:/ mengatur bagi-bagi proyek ikwanul dajjal,/ serta menghitung sisa anggaran mark-up-iah// merah putih di mana-mana, pekik “merdeka”/ di mana-mana, dzikir komisi di mana-mana/ – dirgahayu korupsi, dirgahayu kongkalikong/ – semoga panjang tangan di selalu mungpung/// halaman 121

Lennon Machali, Tinggal di Gresik, Jatim.

Di buku PMK terlihat puisinya di bawah judul, PARADOKS : sudah kelewat batas rimba hokum ini kamu masuki dari bukit dan lembah/ yang dulu bersemayam raja baung cikal bakal naluri hitam merasuki kuasamu/ kuasa atas moncong srigala yang menganga dalam goa persidangan satwa liar itu/ satwa liar yang rakus telah menambah segala buah jatah semua penghuni belantara/ dan siap berbagi jatah atas nama air liur dari mulutmu para pelalap para pemangsa/ yang tersudut di batang pohon ringin tua, ringin tua yang kau usir dan yang perbawanya// apa yang mestinya bisa kuteriakkan, memantul gema suara kembali pada dinding kesunyian/ ditelan hutan musim badai yang bertubi menghajar cahaya kelam nyaris gulita/ cahaya kelam aura para pembela jailangkung, percik apa ia mainkan dalam persidangan, perambah hutan, aksara menjadi mantra, kalimat acrobat menjelma azimat raja tipu daya/ sebab akibat kelalaian yang aku punya, memenangkan jurus singa dari pesilat lidah berdarah/ lidah singa yang paling lantang suara aumnya// taubat ya aum itu pembelah rimba/ yang berwajah sanca/ kau tiup sangkakala/ berbaris pagebluk/ sampai ke kampong/ tanpa ladang dan sawah /// Gresik 2013 halaman 260.

Suryahardi, lahir di Aceh tahun 1969. Kini tinggal di Jalan Sultan Agung/ Sukoharjo no. 34 Pekanbaru, Riau 28133.

Dalam buku PMK terpampang puisinya dibalutan judul, BERBISIK: mari kita berbisik/ pada hutan/ pada daun/ pada ranting/ pada batang/ pada penguasa// mari kita berbisik/ pada laut/ pada karang/ pada pulau/ pada pantai/ pada nasib habitatnya// mari kita berbisik/ tentang segepok uang cucian/// Pekanbaru, 06.03.2013 halaman 346.

Heru Mugiarso, lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961. Kini tinggal di Semarang.

Dalam buku PMK terkuak puisinya dalam selimut judul, PUISI BERTERIAK: “Seandainya Tanganku mengepal dan Mulutku berteriak,” gumam penyair itu/ maka adakah langit akan terbuka dan cakrawala berubah warna?// Dan di kamarnya, perjalanan sunyi menggiringnya/ pada gemuruh ombak yang melembur pasang/ tapi, adakah ia cukup bernapas panjang ?// sementara di meja selembar harian pagi/ memotret petinggi partai menjadi calon pesakitan/ lalu editorial pun luruh/ ke dalam berita yang gaduh// “Seandainya puisi mampu menolak korupsi …”/  Gumam itu kembali disimpannya rapi// di luar: cahaya bulan dank abut bergaram/ berangkat raib dalam igauan malam /// halaman 205.

Berita menarik datang pula dari Sosiawan Leak, bahwa ia akan mulai menerima puisi-puisi Menolak Korupsi untuk menjadi buku jilid 2, batas waktu pengiriman puisi sampai tanggal 31 Juli 2013,  jumlah puisi yang dikumpulkan minimal 5 buah, lebih lanjut untuk lebih lengkapnya kabar ini silakan buka facebook “Puisi Menolak Korupsi” atau hubungi langsung Sosiawan Leak dengan nomor kontak 081392853878.

Bahkan gerakan yang berlandaskan kebersamaan ini akan terus bergulir sampai batas waktu yang terlalu sulit untuk dihentikan.

Sangat berharap rekan-rekan sastrawan juga pemerhati, penikmat sastra, atau siapa saja karena Anda adalah orang istimewa yang ditunggu oleh panitia, malam Sabtu tanggal 28 di Mingguraya. Terlebih kepada para pembaca yang tentu tak mungkin melepaskan kesempatan ini agar suara kita tentang apa dan bagaimana juga mau dibawa ke mana serta siapa saja, sebuah persembahan yang unik dan luar biasa, bahkan sejarah akan mencatatnya. Banjarbaru persingahan dari road show kota ketiga, sebelumnya kota Blitar dan Tegal, kemudian bulan berikutnya di Palu, Jakarta, Semarang serta Mojokerto. Semoga Bandung siap sedia, bahkan sampai Medan Aceh dan Pekanbaru. Apakah Batam diam saja? Semoga tidak, karena getar-getarnya akan merambah sampai ke ujung-ujung, sampai ke celah-celah. Tiba waktu; “puisi jernihkan kisruh langit dan keruh bumi” (gumam asa)

Akademi Bangku Panjang Mingguraya, Banjarbaru 16 Juni 2013


Optimalisasi Harga dan Spesifikasi Samsung Galaxy Y

$
0
0

Harga dan spesifikasi Samsung Galaxy Y tidak terlalu istimewa. Tetapi kita dapat mengoptimalkan harga dan spesifikasi Samsung Galaxy Y hingga maksimal dengan melakukan riset online dan mengunakan aplikasinya. Untuk mendapatkan harga Samsung Galaxy Y termurah, lakukanlah riset online sebelum membeli. Kemudian kita dapat memaksimalkan spesifikasi Samsung Galaxy Y untuk belajar, salah satunya belajar bahasa.

Samsung Galaxy Y
samsungBelajar bahasa dengan smartphone seperti Samsung Galaxy Y rupanya menyenangkan. Anda tinggal install aplikasi Bahasa yang ingin anda pelajari melalui Playstore dari Samsung Galaxy Y anda. Aplikasi Bahasa yang akan dibahas kali ini adalah Bahasa Jawa.

Bahasa Jawa terutama penulisan aksara jawa sudah mulai ditinggalkan, padahal ini adalah salah satu peninggalan yang patut dilestarikan seperti halnya Batik atau Angklung. Sudah tidak banyak yang bisa menulis aksara jawa atau Hanacaraka. Ada 3 aplikasi untuk belajar membaca dan menulis Hanacaraka yang bisa anda install pada Samsung Galaxy Y.

Aplikasi pertama adalah Hanacaraka yang dikembangkan oleh FASILKOM UI. Aplikasi ini interfacenya sangat mudah digunakan. Begitu masuk aplikasi sudah tersedia menu Daftar Huruf, Daftar Aturan, Latihan,  dll. Kita bisa belajar aksara dasar, swara, rekan, dll. Pada menu Daftar Aturan kita bisa belajar peraturan penulisan seperti wulu, suku, taling,  dll. Setelah belajar teori kita dapat langsung praktek dengan menu Latihan. Ada latihan membaca, menulis, bahkan pengucapannya. Aplikasi ini diperuntukan untuk kalangan remaja dan dewasa.

Aplikasi kedua adalah Marbel Hanacaraka yang merupakan aplikasi belajar dan bermain Hanacaraka untuk anak-anak. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan suara yang memberikan contoh pengucapan Hanacaraka. Setelah belajar kita bisa melatih kemampuan kita dengan bermain membaca Hanacaraka. Kita akan terpacu untuk terus belajar demi mendapat skor yang lebih tinggi.

Aplikasi ketiga adalah Learning Hanacaraka yang juga diperuntukan bagi anak-anak. Bedanya dengan Marbel Hanacaraka adalah tidak adanya lagu sebagai pengantar belajar yang biasanya lebih menarik bagi anak-anak. Contoh pengucapan juga disertakan. Selain itu ada juga contoh membentuk kata. Aplikasi ini sangat cocok untuk remaja dan anak-anak beranjak remaja.

Harga dan Spefisikasi Samsung Galaxy Y

Ternyata dengan harga dan spesifikasi Samsung Galaxy Y kita bisa belajar bahasa. Sebelum membeli, kita dapat melakukan riset online dengan mengunjungi situs perbandingan harga smartphone HargaMurah. Setelah mengetahui harga termurah kita dapat membeli offline atau online dengan leluasa karena sudah memiliki pengetahuan harga pasar. Harga Samsung Galaxy Y sendiri berkisar dibawah satu juta rupiah.

Spesifikasi Samsung Galaxy Y sangat cocok untuk handphone pertama anak-anak kita. Samsung Galaxy Y tidak memiliki kecepatan prima, layar yang indah tetapi cukup tangguh untuk menjalankan aplikasi belajar. Dengan menginstall aplikasi yang tepat maka anda bisa membantu anak belajar. Tertarikkah anda untuk memiliki Samsung Galaxy Y? ***

Gumam Saat Bintang Jatuh

$
0
0

Ali Syamsudin Arsi

GUMAM SAAT BINTANG JATUH

kita duduk di teras malam, malam dengan kerudung lengkung
bintang-bintang berkelip kuning-kuning jauh dari tatap
tangan kananku di tanjung bahu kananmu
tangan kirimu melekat di rusuk kiriku

jemari tangan kiriku sudah lama bersandar di atas telapak tangan kananmu
adikku yang kumanja, aroma apa yang engkau suka di malam ini
aku ingin sekali menikmati suaramu, bukan hanya halusnya jemari kananmu
lihatlah, dan rasakanlah bila telapak tangan kita membenturkan getar-getar

aku dapat rasakan ujung rambutmu melayang-melecut syahdu di sebagian wajahku; lecut-lecut kecil menusuk dan aku nikmati senikmat bintang bersanding di lengkung bulan, adikku, sudahkah engkau pikirkan tentang aroma apa yang paling engkau suka di saat kini kita berdua, adikku

sebelum engkau berkata mencurahkan segala rasa yang ada, adikku

aku dapat resapkan cengkeram jari-jemari lentik di kirimu, ada di dekat tulang surukku, bukan sekedar wangi lembut rambutmu bukan hanya genggam tangan telapak kananmu bukan hanya rekat duduk rapat pinggulmu, adikku

malam ini pasti engkau merasakan kehadiran aroma rindu itu, aroma yang kian hari kian berkecambah di persemaian jumpa kita, mungkin kita akan saling bercerita dari kisah-kisah dalam cinta di jejak sejarah, engkau tentu telah membaca tuntas Romeo dan Juliet, aku sangat tahu itu karena di saat engkau pernah menawarkan sebuah buku, ketika itu aku ingin engkau membaca kisah Pengakuan Pariyem, kita tentu tak akan mampu melupakan itu semua, itu catatan sejarah rindu yang menjadi awal kita jumpa awal kita cinta awal kita asmara

lihatlah sekeliling kita ketika orang katakan ini adalah malam, kuatkan genggam telapak tanganmu di seluruh bagian tangan kiriku, kita nikmati kebersamaan ini malam ini lengkung cuaca ini awan yang samar-samar di atas sana, adikku

tuntas aku baca buku pemberian pertamamu itu dan engkau pun dengan lancarnya menceritakan kembali isi buku yang aku serahkan sebagai bentuk pertukaran kasih dan pertukaran sayang, kita saling bercerita, adikku,  coba engkau resapkan dalam-dalam telapak tangan kananku di bahu kananmu, aku akan menguatkan tekanannya, adikku semakin kuat dan semakin engkau berpejam seraya engkau katupkan kedua bibir mungil tipismu, adikku biarkan aku turut melekatkan kulit pipi kananku ke ujung kulit hidung bagian kirimu

adikku, angin yang meliuk berirama lagu-lagu, pertama engkau tanya tentang lagu-lagu kesukaanku, dan saat yang sama engkau juga cerita tentang lagu-lagu engkau-suka Ebiet, jawabku singkat, dan Gelas-gelas Kaca, katamu merdu

itu dahulu dan sampai kini ternyata aku masih suka senandungkan beberapa rangkai kata yang sangat aku suka, juga Iwan tentang tokoh “Bung Hatta”  Iwan Fals engkau turut senang dengan makna lagu itu dan aku suka bahkan bertambah suka karena engkau masih jernih menghapal kata-kata sakti dari sejarah negeri ini, proklamasi, kami atas nama bangsa Indonesia …, adikku, saat itu engkau sedikit mencoba hadirkan getar-getar semangat yang terpampang dalam pengucapan, engkau katakan bahwa engkau sangat ikut merasakan betapa suara gelegar yang terdengar belum seberapa bila mengetahui bagian dalam dada bangsa kita, bagian dalam dada kedua pemimpin atas nama bangsa kita, tentu gelegarnya bila ia diledakkan dalam kawah gunung berapi maka letusnya tentu membawa debu ke seluruh bumi sampai pada wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh kecanggihan ilmu pengetahuan saat ini, gelegar deru di bagian dalam dada-dada anak-anak bangsa ini tentu mengalahkan dahsyatnya kedua bom,  di Nagasaki atau pun Hirosima, ledakan bom itu benar sebagai bagian dari rangkaian kebebasan kita, tetapi perjuangan bangsa kita sudah berkelindan sejak ketidak-adilan itu sendiri menghadirkan cakarnya, adikku yang paling aku suka tusuk-tusuk kecil ujung rambutmu, angin terus saja merayakan kebersamaan kita berdua, di teras sebuah taman pusat kota yang kian menerima, menerima kehangatan dan kedamaian, bangku-bangku kecil hilir mudik orang-orang dalam jarak yang cukup jauh dan tak merasa terganggu, kita damai kita menempati ruang terbuka di malam-malam pada sebuah taman sedang tangan kita semakin kuat- menguatkan

kita duduk di teras malam, malam dengan kerudung lengkung
bintang-bintang berkelip kuning-kuning jauh dari tatap
semakin tangan kananku di tanjung bahu kananmu
bertambah tangan kirimu melekat di rusuk kiriku
air mancur di tengah taman perciknya sempat saja mampir di wajah kita

sesekali engkau tepis dan aku tersenyum ada rasa sejuk menerpa; bila engkau berharap mengembangkan senyummu maka renyahkanlah senyum itu untukku malam ini aku berharap ada senyum khusus yang engkau persembahkan untukku seorang dan senyum itu tentu saja akan mampu mengalirkan derai rindu sampai ke puncak cabang-cabang, sebab aku tahu dan bahkan sangat memahaminya bahwa engkau menikmati dekapku di seluruh sendi-sendi kebersamaan kita; bahasa gerak tubuhmu adalah bagian dari cerita yang bergelora

engkau pernah bercerita dengan butir-butir air yang memercik, engkau sangat menyuka air yang tercurah dari sebuah peristiwa, oh,  hujan itu ternyata bagian dari kenangan yang engkau lekatkan erat-erat di hamparan dinding peristiwa demi peristiwa dari semua perjalanan hidupmu, hujan itu yang telah membuat engkau berjalan dengan langkah penuh-seluruh kecerahan seakan di depan apa pun segala halang rintang tak akan mampu mematahkan jejakmu karena dengan guyuran hujan selalu menggairahkan, gairah hidup dan terus menatap penuh segala bangga, hujan yang telah membuka layar lebar masa depan

engkau memperlakukan hujan sebagai kobaran api di dalam pikir dan hatimu adalah engkau dan hujan sebagai satu bagian, percayalah, aku akan menangkap makna hujan dan memahami dengan penuh pengertian, kita akan saling menerima, karena bagiku bukan hujan yang menjadi-jadi pada dirimu, tetapi suara lembut dari bahasa ucapmu, sungguh itulah sebabnya aku tak dapat menjauh dari embun lembut suaramu, aku tak akan mampu bila terlalu jauh dari rentang jarak betapa sejuk tutur aksara yang selalu saja mampu meredam gemuruh perasaanku walau engkau lebih suka tak banyak bicara dan aku pun sangat mengetahui tentang itu

sepuluh kata dariku belum tentu engkau membuka suara, seratus rangkai aksara dariku engkau hanya balas dengan sekilas senyum dan aku lunglai tiba-tiba senyummu yang tak aku dapatkan pada sesiapa karena senyum itu hanya ada pada dirimu, seribu wacana dalam tata bahasa lepas dariku dan setidaknya engkau satu kalimat saja sudah mampu membuat aku tak bisa berlari dari renyah suara lembut embunmu, suaramu bukan dalam lagu-lagu, tetapi melebihi berjuta lagu yang pernah singgah di gendang telingaku, engkau telah memasung rindu, engkau telah memagut syahdu dengan suaramu, oh kadang resahku engkau tepiskan secepat kedip matamu, terlebih lentiknya bulu matamu dengan lengkung yang alami

kini jemari telapak tangan kananmu bertambah erat menggenggam telapak tangan kiriku, dan tentu, tentu aku tak mau membuat engkau lepaskan

kita masih saja duduk di teras malam, malam dengan kerudung lengkung
bintang-bintang semakin  berkelip kuning-kuning jauh dari tatap
semakin tangan kananku erat di tanjung bahu kananmu
bertambah tangan kirimu selekat-lekatnya melekat di rusuk kiriku

engkau pernah katakan bahwa bila nanti telah menjadi seorang ibu maka engkau akan sangat berharap untuk menjadi seorang ibu layaknya ibu kita bersama

ibu yang benar-benar menjadi damai dalam gaduhnya suasana ibu yang menyediakan telapak tangannya untuk semua anggota keluarga tanpa ada perbedaan tetapi sesuai dengan sifat dan ukuran kelima jari di telapak tangan kita engkau sangat lembut dan memperhatikan sesuai dengan situasi serta kondisi jemari itu ada sepuluh hitunganya dan terbagi dua lima di kanan dan lima di kiri, bentuk serta ukuran darinya berbeda pula, jumlah ruas tulang dalam setiap jenis jemari adalah bagian perhitungan yang sangat memungkinkan kita kepada sesuatu bersifat ilahi dan sang pencipta tentu sudah merancang betapa tingkat kesempurnaan yang tanpa batas dan di luar kemampuan mahluk ciptaannya sungguh ini anugerah yang sangat patut disyukuri oleh siapa saja tanpa harus membedakan warna tanpa harus menepis keberadaan cara pandang sebab dengan memperhatikan betapa kuat dan teliti serta sabarnya figur seorang ibu maka akan semakin menambah rasa cinta yang sebenarnya sebab tentu saja kita tak ingin ia menjadi marah atau bahkan berpaling muka dari kita, ibu kita bersama, ya merekalah ibu yang dalam kesehariannya tampak lemah bahkan teramat gemulai tetapi di balik itu ada kedahsyatan yang terpelihara dengan penuh pertimbangan dan pada saat yang tepat pada waktu yang sangat menentukan ia akan digunakan dengan sangat bijak ya sangat bijak oleh sebab itu baru saja aku sadari bahwa menjadi seorang ibu yang benar-benar ibu kita semua ibu untuk siapa saja bukanlah hal yang mudah dan sederhana, ia akan mengalami sebuah proses panjang serta merta lingkungan akan ikut andil menentukan arah itu jalur itu garis itu selayaknya, kelembutan bukan datang begitu saja secara tiba-tiba, kehalusan tutur kata bukan melimpah ruah seketika sekejap dan sangat tak di yana-yana ia akan hadir dalam proses yang begitu rentang, rentang panjang oleh sebabnya bila ingin bangsa kita menjadi lebih baik dari masa terkini pada masa yang dalam lingkup gelap malam maka tidak ada alasan yang lain harus diungkapkan kita mesti kembali kepada akar persoalan, ibu ya sosok ibu yang benar-benar seorang ibu bagi semua orang adalah bagian nyata dalam persoalan ia menjadi contoh tauladan dan ia adalah pemimpin dalan setiap langkah meramu merencanakan dan melaksanakan segi-segi detail sekecil-kecilnya itulah ibu yang memberikan gambaran, baru aku sadari mengapa engkau inginkan agar dirimu menjadi seorang ibu yang benar-benar dalam posisi keibuan, ibu yang bermanfaat bagi seluruh sendi kehidupan di sekitarmu, tentu saja untuk aku tentu saja bagi anak-anakmu

adiku, tentang aroma yang engkau suka di saat kita berdua seperti ini
di taman kota ini, apakah masih harus aku pertanyakan,
padahal engkau telah lama membuat kesadaran terhadap apa yang seharusnya
aku lakukan, jemari tanganmu adalah bahasa anggota tubuhmu dalam menyatakan
dan cerita tentang arti serta fungsi dari jari-jemari masing-masing darinya adalah bagian dari pembelajaran yang sesungguhnya, aku sangat suka aroma tubuhmu
karena di dalamnya ada terpancar cahaya seorang ibu
ibu bagi siapa saja, bagiku bagi anak-anak kita

genggam jemari kita semakin meraja, saat itu, saat yang tepat  bintang jatuh
tentu saja ada harapan dalam setiap keinginan dan ucapmu pelan
engkau masih memberikan sesuatu bahwa engkau masih ingin menjadi seorang ibu

seorang ibu yang sadar dan mampu membagi dirinya dalam banyak bagian
karena memang dirinya untuk banyak orang, ibu sejatinya sebagai ibu

adikku, taman kota ini air mancur ini, dan satu kata perlahan aku dapatkan dari bibir mungil tipismu, “bintang jatuh sudah kita dapatkan dan harapan itu akan meluncur deras ke daerah yang ia tentukan, tidak semua orang akan mampu menemukan, karena seorang ibu akan merasakan perjalanan panjang dan penuh rintangan,” hanya itu darimu, lalu kita bersama pulang, dan embun memayung di setiap derap perjalanan, perjalanan seorang ibu bagi anak-anak bangsanya, salam

/asa, banjarbaru, 17 Juni 2013.

Puisi-puisi Ali Syamsudin Arsi

$
0
0

Ali Syamsudin Arsi

KALIMANTAN, BIARKAN KAMI YANG BICARA

Asa

Ali Syamsudin Arsi

berharap yang lain bicara, tak ada suara
orang lain di luar sana telah bicara dengan lapisan hutan daun rindang
belantara, sementara
kita di dalam raya kata raya aroma raya cuaca raya langit hijau warna
masih saja, ya masih saja mencoba lepaskan gerah dan kering cahaya
hiruk-pikuk di gamang-gamang lapisan subur berkubang jejak lubang,
lubang-lubang sampai ke batas nganga, dan nganga itu telah pula
hadirkan rupa-rupa wajah pendatang, sementara kita
melepas jerat saja tak mampu di cercah gelak dan tawa, senyum kita  terkunci,
terkunci oleh kebodohan diri sendiri, tak tak  tak,  – tak mampu menepis buta,
buta bahwa kita masih dilena dalam kungkung dan buai morgana, morgana
dalam sekap-sekap pendar cahaya

di puncak pucuk daun kerontang kita lihat ujung monas yang tajam,
tajam menghujam,
dan kisah rimba raya, kisah hutan-hutan penuh misteri; lenyap tanpa cerita
kalimantan, biarkan kami yang bicara
bicara di antara debu dan degup jantung berpacu

berharap yang lain bicara, tak ada suara, dan sungguh, tak ada suara
kalimantan, biarkan kami yang bicara
bicara dengan senyum terkunci
ketidak-adilan itu tetap saja ada di sini

/asa, banjarbaru, 14 Juli 2013

HUTAN KALIMANTAN

anak-anak riang ceria
di arena sebuah lomba

kita sekarang menggambar kembali:

hutan kita yang hilang

/asa, banjarbaru, 14 Juli 2013

KEMBALI KEPADA DAUN DI HUTAN

Anak-anak yang sedang melukis itu adalah bagian dari rimbunya daun-daun karena hanya di tangan mereka segala warna akan tercipta, biarkan anak-anak itu melukis segala macam bentuk; garis dan posisinya masing-masing, adakah yang mempertimbangkan lebih jauh bahwa anak-anak itu akan menuruti kehendak para orang tua mereka agar selalu memberi hijau, biru, atau bahkan kuning di lingkaran daun yang melengkung, atau ada warna merah luka di setiap goresannya, anak-anak yang selalu lucu walau pada bola mata mereka terkandung banyak rangkaian kata-kata, anak-anak yang sulit untuk di ajak tersenyum tetapi di keceriaan mereka tidaklah penting sebuah senyum sebab anak-anak itu lebih asyik dari semua orang tua mereka, anak-anak yang sedang melukis di arena lomba, kembali kepada daun di hutan, sebagian mereka membuka halaman warna dengan coretan kuat sambil tertawa dan merasa ada yang lucu pada daun ciptaannya, “Bentuk daun seperti ini sudah jarang kita temukan,” komentar seseorang yang melintas di bagian punggung anak-anak, mereka tak menghiraukan celoteh yang sulit mereka pahami, “Ada yang berbeda dari arena lomba ini, pertanyaan mendasarnya adalah mengapa mereka diwajibkan melukis daun di hutan karena hutan itu kini sangat sulit mereka temukan, mereka sudah begitu akrab dengan deru sepeda motor, mereka telah akrab dengan tayangan di semua layar berkaca dan bersinar tajam menusuk mata, mereka telah dikacaukan dengan lawakan-lawakan murah dan miskin budaya, mereka sudah biasa diarahkan kepada hal-hal yang beraroma pop dan ketenaran kosong hampa dan kaku, alasannya agar dapat dilihat oleh lebih banyak orang dan semacamnya, padahal anak-anak itu sedang melukis di sebuah arena lomba; melukiskan kembali kepada daun di hutan, hutan itu dahulu di sebut sebagai rimba raya, hutan belantara dengan segala macam misterinya dengan segala macam warna dengan segala macam garis dengan segala macam posisi,” senyap suara di antara hening suasana, hanya riuh bisik-bisik dari bibir orang-orang dewasa, akh, biarkan anak-anak itu melukis bentuk dan fungsi daun bagi hidup mereka

/asa, banjarbaru,  15 Juli 2013

Biodata Penulis
Ali Syamsudin Arsi lahir di Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah, Prov. Kalimantan Selatan. Kini tinggal di kota Banjarbaru, Prov. Kalsel. Pendiri dan Ketua Forum Taman Hati, diskusi sastra dan lingkungan, bersama M. Rifani Djamhari. Pendiri dan Pembina Sanggar Sastra Satu Satu Banjarbaru.

Menerbitkan 4 buku ‘Gumam Asa’ yang berjudul:  1. Negeri Benang Pada Sekeping Papan (Tahura Media, Banjarmasin, Januari 2009).  2. Tubuh di Hutan Hutan (Tahura Media, Banjarmasin, Desember 2009). 3. Istana Daun Retak (Framepublishing, Yogyakarta, April 2010). 4. Bungkam Mata Gergaji (Framepublishing, Yogyakarta, Februari 2011). Menerbitkan buku kumpulan esai tentang Aruh Sastra Kalimantan Selatan (buku kumpulan esai bersama rekan-rekan: HE. Benyamine, Arsyad Indradi, Harie Insani Putra, Farurraji Asmuni, Tajuddin Noor Ganie): 1.Gagasan Besar, himpunan tulisan Aruh Sastra Kalimantan Selatan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, September, 2011). Buku puisi pribadi yang telah diterbitkan: 1. ASA (1986), 2. Seribu Ranting Satu Daun (1987), 3. Tafsir Rindu (1989 dan 2005), 4. Anak Bawang (2004), 5. Bayang-bayang Hilang (2004), 6. Pesan Luka Indonesiaku (2005), 7. Bukit-bukit Retak (2006).

Buku kumpulan puisi bersama, yaitu:  1. Banjarmasin (1986), 2. Bias Puisi dalam Al-Qur’an (1987), 3. Banjarmasin dalam Puisi (1987), 4. Festival Poeisi se-Kalimantan (1992), 5. Jendela Tanah Air (1995), 6. Tamu Malam (1996), 7. Kesaksian (1998), 8. Wasi (1999), 9. Bahana (2002), 10. Narasi Matahari (2002), 11. Refortase (2004), 12. Dimensi (2005), 13. Taman Banjarbaru (2005), 14. 142 Penyair Menuju Bulan (2006), 15. Seribu Sungai Paris Berantai (2006), 16. Ronce Bunga-bunga Mekar (2007), 17. Tarian Cahaya di Bumi Sanggam (2008), 18. Bertahan di Bukit Akhir (2008), 19. Menyampir Bumi Leluhur (2010), 20. Kambang Rampai, puisi anak banua (2010) 21. Seloka Bisu Batu Benawa (2011), 21. Bentara Bagang (KSI Tanah Bumbu, 2012).  Buku-buku terbitan di luar Kalsel yang memuat karyanya, adalah: 1.Ragam Jejak Sunyi Tsunami (Medan, 2005), 2. Komunitas Sastra Indonesia, catatan perjalanan (Kudus, 2008), 3. Kenduri Puisi, buah hati untuk Diah Hadaning (Yogyakarta, 2008), 4. Tanah Pilih (Jambi, 2008), 5. Pedas Lada Pasir Kuarsa (Bangka Belitung, 2009), 6. Mengalir di Oase (Tangerang Selatan, 2010), 7. Percakapan Lingua Franca (Tanjung Pinang, Kepri, 2010), 8. Beranda Senja, setengah abad Dimas Arika Mihardja (Jakarta, 2010), 9. Senja di Batas Kata, beranda rumah cinta (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri Jambi, 2011), 10. Kalimantan dalam Puisi Indonesia (Panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI, Samarinda Kalimantan Timur (2011), 11. Kalimantan dalam Prosa Indonesia (Panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI, Samarinda, Kalimantan Timur 2011), 12.  Akulah Musi (Palembang, 2011). 13. Sauk Seloko (Jambi, 2013), 14. Puisi Menolak Korupsi (Forum Sastra Surakarta, 2013), 15. Kepada Sahabat (Dewan Bahasa dan Pustaka, Cawangan Sabah, 2013).

Sebagai editor pada buku-buku: 1. Bahana (Kilang Sastra Batu Karaha, Banjarbaru, 2002), 2. Darah Penanda, antologi pemenang lomba cipta puisi dan cerpen (Dewan Kesenian Kota Banjarbaru, 2008), 3. Taman Banjarbaru (Forum Taman Hati, Banjarbaru, 2005), 4. Di Jari Manismu Ada Rindu (Kumpulan puisi Hamami Adaby, 2008), 5. Bertahan di Bukit Akhir (Kumpulan puisi penulis Hulu Sungai Tengah, 2008), 6. Bunga-bunga Lentera (Kumpulan puisi siswa SD dan SMP seKota Banjarbaru, 2009), 7. Tugu Bundaran Kota (Kumpulan puisi, cerpen dan dramatisasi puisi siswa SD dan SMP Kota Banjarbaru, 2010), 8. Badai 2011 (kumpulan sajak mutiara Hamami Adaby, 2011), 9. Pendulang, Hutan Pinus, dan Hujan (kumpulan puisi Sastrawan Kalsel : Ahmad Fahrawi dan M. Rifani Djamhari, 2011).

Tahun 1999 menerima hadiah sastra dari Bupati Kabupaten Kotabaru.  Tahun 2005 menerima hadiah seni bidang sastra dari Gubernur Kalimantan Selatan. Tahun 2007 menerima hadiah sastra bidang puisi dari Kepala Balai Bahasa Banjarmasin. Tahun 2012 menerima penghargaan pada acara Tadarus Puisi & Silaturrahmi Sastra, Pemerintah Kota Banjarbaru melalui Dinas Pariwisata, Budaya dan Olah Raga.

Alamat rumah: Jalan Perak Ujung nomor 16, Loktabat Utara, Banjarbaru, 70712.

Nomor kontak/Hp : 081351696235

Blogging: Langkah Awal Pengembangan Diri dan Kredibilitas

$
0
0

Guest Post: Wandry (SEO Executive di perusahaan Tech Start-up Traveloka.com)

Bahasa

Oleh: Wandry

Blog saat ini sudah menjadi media online untuk mencapai berbagai macam tujuan. Masih ingat di kepala, dulu waktu mulai mempelajari dunia blogging tahun 2008. Waktu itu niatnya karena ingin mendapatkan penghasilan tambahan dengan panduan dari sebuah buku, hehe. Platform pertama pun mulai dipelajari, dan pilihannya jatuh ke blogger.com, yang ternyata proses pembuatannya sangat mudah. Dari situ mulailah membuat artikel dengan bidang tertentu yang cukup spesifik. Setelah itu mulai berpikir, selanjutnya apa ya? Apakah hanya berhenti pada tahap ini? Ternyata media blog dan aktivitas blogging itu sendiri sangat luas cakupannya. Karena begitu luasnya, maka tantangannya pun cukup besar, dan semua blogger pasti tahu tantangan terbesar yang harus dihadapi didunia blogging ini. Nah, dalam kesempatan kali ini saya akan mencoba berbagi tentang dunia blogging dan manfaatnya bagi kita, juga orang lain.

Bicara tentang blog, pastinya akan berkaitan dengan artikel, dan inilah yang akan menjadi bagian inti dari blog itu sendiri. Tapi kita juga tetap memperhatikan bagian lainnya, terutama template blog. Umumnya, setiap blogger termasuk saya sendiri berusaha mempercantik blog dengan memakai template baik yang gratis maupun yang premium, tapi yang asiknya adalah di bagian utak-atik desainnya hehe. Karena walau bagaimanapun kita pasti ingin membuat pengunjung mengenal blog kita dengan suatu ciri khas yang tidak ditemui di tempat lain.

Namun dalam prosesnya, kita seringkali menemui kendala atau tantangan. Berikut ini beberapa diantaranya:

1. Artikel
“Content is the king”, kata-kata ini pasti sudah sangat sering kita dengar, terlebih di dunia blogging yang sedang kita tekuni. Tapi pada kenyataannya, kita sering mengabaikan bagian terpenting ini. Banyak alasan yang mendasari hal ini, karena membuat artikel ini memang tidak mudah. Dari pengalaman yang pernah saya rasakan sendiri, proses awal ngeblog itu biasanya menggebu-gebu. Apalagi jika kita mempunyai bayangan akan suatu pencapaian dari pembuatan blog ini. Tapi masalahnya apakah ini akan berlanjut terus menerus? Pertanyaan ini yang kadang saya sendiri kurang tau jawabannya hehe.

Masalah utama dalam aktivitas ngeblog tidak lain adalah pembuatan artikel. Yup, ditengah sibuknya aktivitas rutin kita, ditambah buntunya ide untuk menulis tentu akan membuat kita jadi malas dan tidak ada gairah untuk update blog. Dari sini, blogpun akhirnya jadi terbengkalai dan sangat mungkin “hiatus”.

2. Wawasan
Point ke dua ini menjadi dasar kuat untuk pembuatan artikel di blog. Mudah atau tidaknya membuat artikel tentu sangat tergantung dengan wawasan yang kita miliki. Jika kita kurang dalam hal ini, maka cepat atau lambat kita akan kesulitan untuk membuat artikel baru.

3. Target
Seringkali kita membuat target setelah blog sudah jalan, dan hal ini pun pernah saya alami dulu hehe. Kurangnya pengetahuan saya akan dunia bloggingpun menjadi boomerang, sehingga target yang saya buat agak terkesan telat dan tidak realistik. Ada beberapa poin yang mungkin bisa kita jadikan pondasi dasar ketika akan membuat blog, antara lain:

a. Tentukan niche blog
Untuk gampangnya, kita harus menentukan apa yang mau kita tulis di blog. Dan blog kita ini akan menjadi blog yang membahas apa. Sebaiknya niche/bidangnya lebih spesifik, untuk memudahkan proses ke depannya.

b. Ketahui kemampuan diri
Hal ini berkaitan dengan “knowledge” atau wawasan yang kita miliki saat ini, ditambah dengan ketersediaan waktu, dan kreatifitas kita. Faktor-faktor ini sebenarnya bisa di jalani dengan waktu yang fleksibel. Yang penting kita terus menambah pengetahuan seputar topik pembahasan di blog.

c. Kaitkan kedua hal diatas untuk membuat target yang relevan
Dari dua poin diatas, kita bisa membuat rencana kecil tentang pembuatan blog kedepannya diiringi dengan target yang relevan. Sehingga kita bisa tetap fokus dan ada dijalur yang sudah kita tetapkan.

4. Waktu
Mayoritas dari blogger, pasti memiliki aktivitas rutin lainnya termasuk saya sendiri. Hal ini tentu bisa menjadi hambatan, jika kita tidak bisa mengatur waktu dengan baik. Biasanya agak susah juga untuk tetap ada di jalur yang sudah dibuat. Karena kita juga memiliki aktivitas kerjaan lain yang prioritasnya mungkin lebih tinggi, jika dilihat dari segi prospek dan kejelasannya bagi kehidupan.

5. Membangun Kredibilitas
Jika blog sudah terbangun, hal yang bisa jadi hambatan adalah membangun kredibilitas blog. Ini hal yang cukup susah karena yang menilai orang lain, dan penilaian ini tentu akan sangat tergantung dari bermanfaat atau tidaknya artikel yang kita buat. Hambatan terbesar kedua adalah Search Engine, contohnya Google. Jika kita berniat menggunakan teknik SEO, tentu kita juga harus menambah pengetahuan SEO kita yang sesuai dengan peraturan si mbah Google. Dan semenjak tahun lalu, Google ini menjadi sangat agresif dan terus merubah algoritmanya, sehingga promosi menggunakan teknik SEO pun menjadi lebih kompleks. Dari keagresifan Google ini, sudah banyak blog/website yang terkena imbasnya. Jadi, jika berminat untuk menggunakan teknik SEO, maka kita juga harus siap dengan segala konsekuensinya.

Dari tantangan di atas, apa ada hasil yang sepadan jika kita bisa mengatasinya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut ini penjelasan yang mungkin bisa memotivasi kita:

1. Hobi yang Menguntungkan
Awali semuanya dengan hobi, mungkin ini yang harus kita tanamkan mulai dari sekarang. Dengan dasar hobi, pastinya kita akan suka menjalaninya secara rutin. Dan sudah banyak hasil yang bisa kita jadikan contoh bahwa hobi bisa menjadi aktivitas yang menguntungkan. Begitu juga dengan blogging ini, jika kita dasari dengan hobi, cepat atau lambat kita akan mendapatkan hasilnya. Tergantung kita sendiri yang mengarahkan tujuannya.

2. Pengembangan Diri
Dengan terus aktif blogging, maka banyak ilmu yang akan kita dapat. Hal ini secara tidak langsung akan dapat membantu kita untuk membuat artikel secara rutin, dsb. Dengan kondisi ini, kita akan lebih mudah berkembang, dan timbul kreatifitas yang dapat mempengaruhi diri dan bermanfaat bagi orang lain. Pengembangan diri ini juga tentunya bisa membantu kita dalam karir pekerjaan, dll.

3. Kredibilitas
Ini merupakan point terakhir yang dapat membuat kita dihargai oleh orang lain. Dengan memberikan kontribusi rutin kepada orang lain, tentu akan ada reputasi yang terbangun, baik dari segi penguasaan bidang yang kita bahas, juga dalam membangun hubungan baik dengan blogger lain. Dan tanpa kita sadari akan banyak “pintu” yang mulai terbuka, baik pintu pertemanan, pengetahuan, rejeki, dsb.

Ini sedikit pengalaman yang saya pernah alami hingga akhirnya terbentuk diri saya yang sekarang hehe. Walaupun sudah tidak merawat blog, tapi saya tetap aktif blogging, salah satunya dengan membuat “guest post” di blog teman-teman. Dengan terus berbagi, mudah-mudahan kita bisa menjadi lebih baik lagi ke depannya. Terima kasih. ***

Author bio:
Wandry berprofesi sebagai SEO Executive di perusahaan Tech Start-up Traveloka.com yang bergerak di bidang “meta search” untuk pemesanan tiket pesawat domestik. Selain menjalani profesinya, penulis juga tetap menyukai aktivitas blogging dan berbagi pemikiran melalui sebuah tulisan dan diskusi. Untuk mengenal lebih personal, maka teman-teman bisa mengunjungi profilnya di sini.

Furniture Jakarta: Rapi Berawal dari Lemari Pakaian

$
0
0

Kerapian akan mendatangkan kenyamanan. Anda percaya itu? Rumah yang rapi dan bersih akan membuat si penghuni rumah krasan dan nyaman tinggal di rumah. Selain itu kondisi yang rapi juga mampu menjaga mood tetap baik. Pernahkah Anda mengalami hal ini enggan masuk kamar lantaran Anda tahu bahwa kondisi kamar sedang sangat berantakan. Ini sangat wajar, karena pada saat tubuh berada dalam kondisi lelah tentunya hal pertama yang diinginkan adalah istirahat dalam ruang kamar yang nyaman, bukan malah dihadapkan lagi dengan kondisi berantakan yang pasti menuntut dirapikan. Hal ini juga berlaku dalam lemari pakaian.

Percaya atau tidak, kondisi lemari pakaian yang berantakan juga mampu memicu keengganan pemilik lemari untuk sering-sering membuka lemari pakaiannya. Sebagai akibatnya baju-baju justru berceceran dan memenuhi kranjang baju bersih, bahkan mungkin juga tempat tidur. Semakin berantakan bukan? Oleh karena itu, tidak berlebihan rasanya jika kerapian hunian Anda berawal dari kondisi lemari pakaian yang tertata rapi. Baju-baju yang telah dicuci dan disetrika dimasukkan dalam lemari pakaian sehingga tidak terjadi penumpukan baju bersih di keranjang pakaian. Mudah bukan mengawali kerapian dari lemari pakaian? Jika Anda sudah terbiasa, hal ini bukanlah pekerjaan sulit. Cobalah untuk mengerjakan sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga dan rasakan kepuasannya begitu lemari pakaian Anda rapi, rumah pun turut berseri.

Jika lemari pakaian Anda telah rapi, maka akan semakin terasa fungsi lain dari kehadiran lemari pakaian, yakni sebagai elemen dekoratif ruangan. Ya, kehadiran lemari pakaian dalam suatu ruangan memang dapat menjadi sarana ‘pemanis’ ruang. Selaraskan pemilihan furniture lemari pakaian dengan warna lantai, dinding, dan perabot lain yang terdapat dalam kamar. ***

Apa pun Jenis Bisnis Anda, Web Design Indonesia Akan Menjawabnya

$
0
0

Membayangkan memiliki sebuah bisnis tidaklah harus memerlukan modal yang besar. Sebuah bisnis dapat dimulai dari rumah Anda. Apa pun jenisnya mulai dari bisnis makanan, aksesoris, kerajinan, fashion, mainan, souvenir, dan sebagainya. Permasalahan mengenai pemasaran bukan merupakan hambatan. Kecanggihan internet telah memudahkannya. Ada banyak cara pemasaran yang dapat diterapkan melalui internet marketing, misalnya menggunakan blog, email, media sosial, dan website.

Di antara berbagai jenis media tersebut, website menjadi banyak pilihan karena mampu memuat satu paket advertising, mulai dari informasi produk, gambar produk, serta grafis yang akan memperindah desain, hanya dalam satu tampilan. Selain itu, untuk memperluasnya, Anda dapat melakukan promosi melalui akun media sosial yang Anda miliki. Keuntungan yang diberikan sangat banyak. Bagi produk yang belum banyak dikenal, cara ini merupakan salah satu strategi untuk membangun brand. Bagi produk yang sudah lama, dan sudah cukup banyak dikenal tentunya akan lebih mudah lagi, misalnya untuk memperkenalkan tampilan produk baru atau variasi baru. Terlebih lagi untuk menyebarkan informasi baru, misalnya mengenai undian berhadiah maupun event-event yang diadakan oleh produk tersebut. Simpulannya website akan meningkatkan performa bisnis Anda.

Jika Anda menginginkan tampilan website yang mampu memenuhi kebutuhan bisnis Anda, apa pun itu ada satu perusahaan jasa web design Indonesia yang menawarkan, yaitu Pondok Media. Perusahaan ini berfokus dalam bidang IT, khususnya dalam bidang web developer yang mencakup tiga hal, yaitu web design and development, web hosting, dan internet marketing. Jadi, semua paket ini dapat Anda pilih atau gunakan sekaligus.

Apa pun jenis bisnis Anda, baik itu perorangan maupun perusahaan, Pondok Media akan memberikan solusi yang tepat. Setiap website akan dirancang sesuai dengan tujuan, jenis industri, maupun tipe bisnis, karena setiap bisnis pasti memiliki solusi dan strategi yang berbeda.Setiap tampilan website akan didesain dengan sangat menarik. Dengan pengalaman dan kualitas kerja yang kami tawarkan, website yang dihasilkan akan memiliki nilai yang lebih dari yang Anda harapkan.

Sebagai salah satu jasa web design Indonesia terbaik, tidak hanya kualitas tampilan visual dan kepadatan materi yang disajikan, akan tetapi Pondok Media juga menawarkan kemudahan dalam pengelolaan. ***

Bima Sakti Utama: Tips Merawat Mesin Genset

$
0
0

Saat ini keberadaan mesin genset, sudah sangat menjamur. Tak hanya dalam wilayah industry, kehadiran mesin genset saat ini telah banyak dimanfaatkan dunia rumah tangga pada umumnya. Merebaknya penggunaan mesin genset, seringkali tidak diimbangi dengan perawatan yang memadai sebagai akibat minimnya pengetahuan dalam bidang maintenance mesin genset.

Berikut ini adalah beberapa tips yang dapat diterapkan dalam perawatan mesin genset:

  • Pastikan terlebih dahulu bahwa si operator genset mengetahui cara pengoperasian yang tepat sesuai dengan prosedur pada buku petunjuk;
  • Pastikan pula bahwa oli mesin yang Anda gunakan sesuai dengan kapasitas mesin genset. Jangan lupa untuk menambahkan takaran oli, jika takaran oli dirasa kurang. Selain itu, ganti oli secara rutin agar kondisi mesin genset tetap stabil.
  • Letakkan genset pada permukaan yang rata dan berpondasi kuat. Pondasi tempat peletakan genset yang tidak kuat dapat membahayakan kondisi mesin genset.
  • Lakukan maintenance terhadap mesin genset secara teratur. Hal ini dimaksudkan untuk menjada kondisi dan kinerja mesin genset yang Anda miliki. Ikuti panduan perawatan yang terdapat dalam buku petunjuk, hal itu akan sangat membantu Anda dalam melakukan perawatan terhadap mesin genset.
  • Untuk jenis generator dengan starter elektrik memerlukan pemanasan paling tidak dalam satu kali seminggu. Sementara mesin genset yang tidak menggunakan starter elektrik memerlukan pemanasan mesin setidaknya tiga minggu sekali.
  • Apabila mesin genset Anda dioperasikan di dalam ruangan, perhatikan ventilasi ruangan di mana genset dioperasikan. Ingat bahwa genset memerlukan sirkulasi udara yang baik. Udara panas dari mesin tidak boleh kembali lagi pada mesin, karena itu harus dikeluarkan melalui cerobong. Hal ini untuk menghindari agar kondisi mesin tidak panas.

Demikian beberapa tips dalam merawat mesin genset, PT. Bima Sakti Utama, sebagai perusahaan penyedia alat-alat energy industry dan alat berat Yutong, menyediakan aneka tipe mesin genset mulai dari tipe standar hingga tipe trailer dan kedap suara. Anda yang tengah membutuhkan mesin genset dapat langsung mengunjungi pusat PT. Bima Sakti Utama di Jl. Panglima Polim Raya N0. 49 B Kebayoran Baru Jaksel. ***


Ketika Destarastra Didera Kegalauan

$
0
0

Dalang: Sawali Tuhusetya

Usai kekalahan pedih dan menyakitkan dalam permainan dadu yang licik dan panas, Pandawa tersaruk-saruk meninggalkan istana Hastinapura dengan tubuh limbung. Rakyat Hastinapura dari berbagai lapis dan strata sosial menyaksikan kekalahan itu dengan perasaan perih dan menyayat. Mereka berjubel di pinggir jalan; bergelantungan di pepohonan;  berjejal di atas bubungan atap rumah; dengan wajah tertunduk dan masygul. Para pengendara yang tengah melintas buru-buru berhenti, lantas menunduk takzim dengan memendam kepedihan tak terperikan. Mereka tak kuasa menahan gelombang air mata ketika menyaksikan langkah gontai para putra Pandawa yang dekil dan bertelanjang kaki menuju kawasan rimba belantara yang wingit dan misterius. Seisi kota tersuruk dalam lembah kepedihan. Nglangut.

Destarastra mendesah. Dadanya turun-naik. Kegalauan tampak menyelimuti dahinya yang berkerutan. Hatinya gerah. AC di kamar pribadinya tak juga sanggup menyejukkan hati dan jiwanya. Dalam layar memorinya terbayang derita keponakan-keponakannya, Pandawa, yang harus tersingkir dari Hastinapura akibat kelicikan Sangkuni dan putra-putranya. Untuk mengurai kegalauan hatinya, penguasa Hastinapura itu “curhat” bersama Om Widura.

“Om Wid, Sampeyan bisa menceritakan suasana keberangkatan para keponakanku ke tempat pengasingannya?” tanya Destarastra sembari berupaya mengeriyapkan bola matanya yang gelap. Sementara itu, di sudut ruang yang lain, Duryudana dan saudara-saudaranya tampak menikmati suasana pesta kemenangan yang masih tersisa. Sesekali suara tawa membuncah. Bersambung-sambungan.

Yudistira

Yudistira

“Menyedihkan sekaligus mengharukan. Yudistira berjalan tertatih dengan wajah tertutup kain. Bima berjalan gontai dengan wajah tertunduk. Arjuna berjalan paling depan sambil melantunkan syair-syair elegi yang getir. Nakula dan Sadewa berjalan di belakang Yudistira. Tubuh mereka dekil dan penuh debu. Drupadi berjalan di samping Yudistira. Rambutnya yang panjang tergerai menutupi wajahnya yang basah oleh air mata kepedihan,” jawab Widura dengan dada sesak. Hati Destarastra semakin cemas dan galau.

“Bagaimana respon rakyat Hastinapura?”

“Itulah yang mengharukan. Rakyat dari berbagai lini dan strata sosial tetap mengelu-elukan para Pandawa. Sebaliknya, mereka membenci dan mengutuk tindakan para Kurawa yang dianggap zalim dan biadab. Izinkan aku akan mengulangi kata-kata yang mereka ucapkan: ‘Pemimpin kita telah meninggalkan kita. Celakalah bangsa Kuru yang membiarkan ini terjadi! Anak-anak Destarastra, terkutuklah kalian karena telah mengusir putra-putra Pandu ke hutan.’ Mendengar penuturan Widura, Destarastra menelan ludah. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Jakunnya naik-turun.

“Hem …. seperti itukah? Benar-benar sebuah pertanda buruk. Bagaimana roda pemerintahan negeri ini bisa berjalan mulus kalau rakyat memusuhi pemerintahnya sendiri? …”

Destrarastra

Destarastra

Ketika Destarastra dan Widura sedang terlibat “curhat” serius, tiba-tiba muncul Prof. Narada dengan gerakan yang begitu cepat dan terlatih. Dengan wajah yang kurang bersahabat, guru besar bertubuh pendek itu meradang: “Destarastra dan Widura, camkan kata-kataku ini! Empat belas tahun mendatang, terhitung sejak hari ini, Kurawa akan hancur akibat kejahatan Duryudana.” Entah! Usai menyampaikan “ultimatum”, Prof. Narada berkelebat begitu cepat meninggalkan istana Hastinapura. Duryudana dan saudara-saudaranya yang masih menikmati sisa-sisa pesta kemenangan tersentak ketika mendengar “ancaman” yang demikian lantang dan tajam itu. Wajah mereka tampak cemas. “Ultimatum” Prof. Narada mereka rasakan seperti rajaman pisau silet di ulu hati. Perih. Mereka pun bergerak cepat menemui Prof. Durna dengan langkah sempoyongan akibat “racun” minuman keras. Dengan vokal berbaur minuman keras, Duryudana menghiba agar sang guru besar itu tidak pernah meninggalkan Hastinapura.

“Kami mohon dengan sangat agar Sampeyan tidak meninggalkan kami, apa pun yang terjadi,” pinta Duryudana sembari melemparkan tatapan mata ke wajah saudara-saudaranya yang berkerumun di belakangnya.

“Aku percaya, kata-kata Prof. Narada itu bukan isapan jempol. Dia seorang guru besar yang telah teruji integritasnya dan tak mudah diajak berselingkuh dengan kekuasaan. Meskipun demikian, aku tetap berada di pihak kalian. Bumi Hastinapura telah menghidupiku selama ini. Aku akan berjuang untuk kalian meskipun langit harus runtuh menimpaku!” jawab Prof. Durna tegas. Duryudana dan saudara-saudaranya manggut-manggut dan tersenyum puas. “Ini bagian dari dinamika hidup. Aku juga mesti ikut bertanggung jawab ketika aku telah menggulingkan dan menghina Drupada karena amarah dan dendam. Akibat peristiwa berdarah itu, Drupada terus berdoa dan melakukan ritual agar dianugerahi anak laki-laki yang diharapkan mampu membalas dendam terhadap keculasanku. Doa Drupada agaknya dikabulkan. Konon anak laki-laki bernama Drestajumena itulah yang akan membunuhku. Seperti telah menjadi suratan takdir, dia akhirnya menjadi ipar Pandawa dan sekutu paling militan!” lanjut Prof. Durna dengan bola mata berkaca-kaca. Para Kurawa saling berpandangan.

“Lantas, apa yang meski kami lakukan, Prof?” tanya Dursasana.

“Waktu akan terus bergerak. Siapa menuai angin bakal menuai badai. Jangan buang-buang waktu untuk berbuat kebajikan. Dekatkan diri kalian kepada Sang Pencipta! Hindarkan perbuatan tercela dan terkutuk! Berikan sedekah kepada mereka yang membutuhkan sebelum segalanya terlambat. Pada tahun keempat belas, prahara itu benar-benar telah menanti kalian! Berdamailah kalian dengan Pandawa!” Nasihat Prof. Durna agaknya membuat Kurawa kecewa. Mereka bergegas meninggalkan Prof. Durna tanpa pamit.

Sementara itu, di tempat yang lain, dalam perjalanan menuju sebuah vila, Sanjaya, asisten pribadi Destarastra, menangkap selimut kabut di wajah majikannya. Iseng-iseng ia bertanya, “Bapak, adakah sesuatu yang membuat hati Bapak galau hingga tampak murung seperti ini?”

“Hem … memang benar, Sanjaya. Aku sedih melihat permusuhan antara anak-anakku dan para keponakanku, Pandawa! Aku tak tega menyaksikan Pandawa dinistakan dan dilukai hatinya!”

“Saya juga berpikir demikian, Bapak. Saya ingat kata orang bijak. Orang yang menanam pasti bakal memetik hasilnya. Saya justru kasihan nanti melihat nasib putra-putra Bapak. Maaf, saya tidak tahu, azab apa yang akan menimpanya kelak. Namun, yang pasti, azab itu pasti akan datang. Penghinaan dan pelecehan terhadap Non Drupadi, putri kesayangan Tuan Drupada, penguasa Pancala, sama saja membuka lubang kehancuran terhadap nasib putra-putra Bapak.”

“Hem … sungguh, aku sendiri tidak mengerti, Sanjaya, kenapa aku bisa ikut-ikutan terseret ke jalan kenistaan anak-anakku yang gila harta dan kekuasaan? Kenapa juga aku gagal menghentikan nafsu bejat anak-anakku sendiri? Hem …”

Usai berkata demikian, pikiran Destarastra menerawang entah ke mana. Dalam layar memorinya, tiba-tiba muncul bayangan Widura yang selalu mengingatkannya akan sebuah bencana besar yang akan menimpa keturunan bangsa Kuru akibat kebencian Kurawa terhadap Pandawa. Widura selalu mengingatkan dirinya terhadap kesalahan-kesalahan besar yang telah dilakukan Duryudana. Bahkan, menipu Pandawa dengan cara-cara licik dan biadab melalui permainan judi. Selain Prof. Durna yang harus ikut bertanggung jawab untuk menghentikan perilaku culas yang telah dilakukan para Kurawa, menurut Widura, Destarastra sebagai orang tua memiliki kewajiban utama untuk “menjewer” para Kurawa atas perbuatan-perbuatan busuknya terhadap Pandawa. Widura juga menyarankan agar para Pandawa dipanggil kembali ke Hastinapura dan dibebaskan dari hutan pengasingan.

“Semua itu menjadi kewajiban Mas Destarastra sebagai orang tua. Jangan sampai keponakan-keponakanku terus terlibat dalam perilaku dendam dan kebencian yang tidak berkesudahan,” kata Widura pada suatu sore yang gerah.

Semula Destarastra memang menyimak dan mengiyakan kata-kata Widura. Namun, lama-lama bosan juga mendengarkan khotbah-khotbah Widura yang klise dan terus diulang-ulang, hingga akhirnya kesabarannya benar-benar berada di titik nol.

“Widura, diam! Nada bicaramu selalu saja memihak Pandawa. Tak sejengkal pun ada kebaikan di pihak anak-anakku! Kamu memang menjengkelkan! Sekarang tinggal pilih, mau tetap berada di Hastinapura atau mengasingkan diri di hutan bersama Pandawamu itu!”

Begitulah, akhirnya Widura lebih memilih hidup bersama Pandawa di hutan pengasingan yang wingit dan misterius. Meski jauh dari sentuhan kemewahan hidup, Widura justru menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Namun, tidak demikian halnya dengan Destarastra. Sepeninggal Widura, hatinya semakin cemas dan galau. Ia menyesal telah mengusir Widura yang arif dan bijak, bahkan kini telah bergabung bersama Pandawa. Oleh karena itu, di tengah beban kegalauan yang terus menggelayuti batinnya, ia meminta Sanjaya, asisten pribadinya, untuk menjemput Widura agar kembali ke Hastinapura. Dengan siasat diplomasi tingkat tinggi, Sanjaya berhasil meyakinkan Widura, hingga akhirnya mau kembali ke istana Hastinapura.

***

Pada sebuah siang yang panas, Mahaguru Matriya yang dikenal dengan hasil terawangannya yang jitu dan futuristik, bertandang ke istana Hastinapura. Destarastra menyambutnya dengan ramah dan takzim.

“Selamat datang di Hastinapura Mahaguru Matriya. Aku yakin, Mahaguru pasti telah bertemu dengan keponakan-keponakanku, Pandawa, yang aku sayangi di hutan Kurujanggala. Bagaimana kabar mereka? Semoga tetap sehat dan senantiasa berada dalam lindungan Yang Mahakuasa,” sambut Destarastra sembari mengeriyapkan bola matanya yang gelap.

“Yah, kebetulan aku bertemu dengan Yudistira di hutan Kamiyaka. Para pengamat, cendekiawan, tokoh LSM, dan tokoh-tokoh lintas-agama rupanya datang silih berganti menemui dia. Dari sana aku tahu apa yang sebenarnya terjadi di Hastinapura. Aku betul-betul terkejut dan menyayangkan mengapa peristiwa pahit itu mesti terjadi dan terkesan ada proses pembiaran oleh penguasa Hastinapura, termasuk oleh Mahaguru Bisma yang ada di sini,” sahut Mahaguru Matriya dengan vokal yang lantang dan tertata. Destarastra terkejut. Ia tak menduga kalau mahaguru yang sangat dihormatinya itu akan melontarkan kata-kata pedas yang menohok ulu hatinya. Namun, ia terus mencoba menahan gejolak amarah yang hendak menjebol gendang batinnya.

Tak lama kemudian, Mahaguru Matriya menemui Duryudana. Dengan tenang, ia menasihati Duryudana agar berdamai dengan Pandawa.

Destrarastra

Duryudana

“Ketahuilah Duryudana, selain karena Pandawa makin hebat lantaran mendapat gemblengan para cendekiawan dan tokoh-tokoh spiritual, Drupada dan Kresna ada di belakang mereka. Oleh karena itu, berdamailah dengan mereka. Kalian tak akan sanggup menghadapi mereka,” kata Mahaguru Matriya. Namun, nasihat itu justru ditafsirkan sebagai penghinaan kepada pihak Kurawa. Dengan sikap arogan, Duryudana menentang keras upaya perdamaian itu. Dia tertawa sembari menepuk-nepuk pahanya dan meludah dengan congkak. Ia tidak meresponnya dan segera berkelebat pergi dari ruangan.

Mahaguru Matriya berang. Sikap Duryudana benar-benar telah mengusik kredibilitasnya sebagai seorang mahaguru yang amat disegani.

“Duryudana, camkan kata-kataku! Kesombonganmu dengan cara menepuk paha dan meludah sembarangan untuk melecehkan orang akan membunuh dirimu sendiri. Ingatlah, pahamu yang kamu tepuk itu kelak akan terbelah menjadi dua oleh keperkasaan Bima! Kamu sendiri akan tewas mengenaskan dalam pertempuran,” kutuk Mahaguru Matriya dengan amarah yang memuncak.

Destarastra kembali tersentak. Mendengar kutukan Mahaguru Matriya itu, ia bergegas mendekatinya, lantas menghiba memintakan maaf atas perilaku Duryudana. Namun, kutukan telanjur meluncur dari mulut Mahaguru Matriya. Kutukan itu hanya bisa dihentikan jika Kurawa mau berdamai dengan Pandawa.

Destarastra makin tak sanggup mengendalikan gelombang kegelisahan yang membombardir jiwa dan batinnya. Ia tak bisa membayangkan kalau kutukan itu benar-benar terjadi. Ia tak ingin putranya, Duryudana, tewas mengenaskan di medan pertempuran. Meskipun demikian, ia juga tidak mudah meluluhkan hati anak tercintanya itu agar mau berdamai dengan Pandawa. Tiba-tiba saja, Destarastra merasakan kabut tebal bergantung di atas istana Hastinapura. Pada usia senjanya, ia bukannya merasakan kebahagiaan hidup sebagai mantan penguasa yang disegani, melainkan justru terus dibebani ulah culas anak-anaknya yang haus harta dan kekuasaan. (Tancep kayon). ***

Bang Ali Syamsudin Arsi, Umbu Landu Paranggi, dan Puisi Gumam

$
0
0
Bahasa

Oleh: Sawali Tuhusetya

Ali Syamsudin Arsi! Sastrawan yang suka menggunakan nick-name “Asa” ini memang sudah tidak asing lagi buat saya. Meski secara geografis terpisahkan oleh laut, selat, pulau, lembah, dan ngarai yang membentang antara Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan, kami merasakan atmosfer pertemanan yang begitu dekat dan akrab. Jalinan komunikasi, via SMS, misalnya, terus intens kami lakukan. Beberapa tulisannya, baik puisi gumam, cerpen, esai, maupun genre tulisan yang lain sudah sering saya publikasikan di blog ini. Beberapa buku karyanya pun sudah sering terbang menuju gubuk saya. Bisa jadi, inilah salah satu keunikan dunia kepenulisan. Meski secara lahiriah belum pernah bertemu, secara imajinatif terjadi pertautan nilai pertemanan; hadir di ruang memori dengan kadar pertemanan yang begitu masif dan intens. Sosok Bang Asa –demikian saya biasa menyapa sastrawan yang tinggal di Jalan Perak Ujung nomor 16, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalsel ini—telah mengisi ruang memori dan imajinasi saya dengan segenap karya dan pemikirannya di ranah sastra, hingga membuat pertemanan kami makin dekat dan akrab.

Kedekatan dan keakraban pertemanan kami makin erat ketika suatu hari Bang Asa mengabarkan –via SMS—bahwa pada 14 September 2013 akan ikut hadir dalam agenda road-show Puisi Menolak Korupsi (PMK) di Unnes Semarang. Kabar ini tentu saja sangat menggembirakan saya. Meski secara imajinatif, sosok Bang Asa sudah terasa dekat dan akrab, tetapi akan makin lengkap jika secara lahiriah bisa bertemu langsung dengan sosok sastrawan yang telah melahirkan “genre baru” puisi-prosa alias prosa-lirik itu. Gayung pun bersambut ketika Bang Asa berniat untuk berkenan mampir ke gubuk saya usai acara road-show itu.

Mendekati hari H, komunikasi makin intens kami lakukan. Sayangnya, saya tidak bisa ikut hadir menyaksikan road-show PMK yang berlangsung di Unnes Semarang pada Sabtu malam, 14 September 2013 itu. Dalam waktu yang bersamaan, ada putra tetangga yang mengidap kanker otak hingga akhirnya meninggal dunia, sehingga saya mesti ikut berbela sungkawa dan berempati kepada keluarga yang tengah berduka. Saya pun terus menunggu kabar Bang Asa pada Minggu paginya.

Kerinduan saya untuk bertemu dengan sastrawan yang juga seorang guru itu bakal tertuntaskan ketika Minggu (sekitar pukul 08.30 WIB), 15 September 2013, Bang Asa bersama dua temannya memastikan telah berada dalam perjalanan menuju Kendal. Seperti biasanya, kalau ada seorang sahabat yang berkenan mampir, baik menggunakan kendaraan umum atau pribadi, jika dari arah Semarang saya sarankan untuk berhenti di depan kantor Polres Kendal untuk selanjutnya saya jemput menuju ke gubuk saya. Sekitar pukul 10.00 WIB, ketika saya tengah mengikuti prosesi pemberangkatan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir, Bang Asa mengabari saya bahwa mobil sudah berhenti di sekitar Polres Kendal. Saya pun bergegas menjemputnya setelah berpamitan dengan Ketua RT dan beberapa tetangga yang lain yang masih tampak khusyu’ mengikuti prosesi pemberangkatan jenazah.

Sekitar pukul 10.15 WIB, akhirnya saya bertemu dengan Bang Asa untuk pertama kalinya. Begitu saya turun dari motor di dekat mobil yang sedang parkir, Bang Asa bergegas turun dari mobil, berjabat tangan, dan merangkul saya. Teman Bang Asa –seorang perempuan– ikut turun dari mobil dan tersenyum ramah. Saya terkejut. Wajah itu seperti sudah pernah saya kenal. Oleh Bang Asa, saya diperkenalkan dengan temannya itu yang ternyata guru SMP 20 Semarang. Sementara itu, teman Bang Asa yang satunya yang berada di belakang kemudi, tampak mengangguk takzim sambil tersenyum ramah. Usai berjabat dan sejenak mengobrol, Bang Asa, dkk. segera saya ajak meluncur ke lokasi gubuk saya. Tidak lebih dari 15 menit perjalanan, gubuk saya dengan segenap kesederhanaannya siap menyambut kehadiran Bang Asa, dkk. dengan ramah.

bang asabang asaAlhamdulillah, akhirnya Bang Asa, dkk. tiba juga di gubuk saya. Kami segera terlibat dalam perbincangan hangat; mulai soal sastra, pertemanan, hingga keseharian. Dalam soal sastra, misalnya, Bang Asa menceritakan seseorang yang dengan nada “keras” pernah memintanya untuk mengirimkan puisinya via pos.

“Ingat, puisinya jangan panjang-panjang! Kirimkan segera lewat pos. Jangan lewat email! Catat baik-baik alamatnya! Cepat!” kata Bang Asa menirukan gaya suara seseorang yang menghubunginya via telepon. Bang Asa pun menuruti permintaan seseorang itu. Dahi saya berkerut.

“Pak Sawali tahu tidak seseorang yang kumaksud?” tanya Bang Asa. Saya geleng-geleng. “Dia Umbu Landu Paranggi!” lanjutnya.

Saya tersentak. Umbu Landu Paranggi? Hem … penyair kelahiran Kananggar, Paberiwai, Sumba Timur, 10 Agustus 1943, diakui atau tidak, merupakan sosok penyair “misterius” sejak 1960-an. Pada tahun 1970-an ia membentuk komunitas penyair Malioboro di Yogyakarta. Walaupun dikenal sebagai mentor berbagai penyair “lulusan” Malioboro terkenal, seperti Emha Ainun Nadjib dan almarhum Linus Suryadi AG, ia sendiri seperti menjauh dari popularitas dan publik. Ia konon sering “menggelandang” sambil membawa kantung plastik berisi kertas-kertas, yang tidak lain adalah naskah-naskah puisi koleksinya. Orang-orang menyebutnya “pohon rindang” yang menaungi bahkan telah membuahkan banyak sastrawan kelas atas, tapi ia sendiri menyebut dirinya sebagai “pupuk” saja. “Kalau ada kata untuk mengungkapkan yang lebih sederhana, saya akan memakainya”, begitu kata salah satu muridnya ketika menggambarkan kesederhaannya. Saat ini Umbu Landu diketahui bermukim di Bali sebagai pengasuh rubrik Apresiasi di harian Bali Post (Dikutip dari wikipedia).

Pada zamannya, dia dikenal sebagai penyair yang sangat berpengaruh di kalangan seniman, khususnya penyair, yang “bermarkas” dan sering menggelar diskusi terbuka di Jalan Malioboro, Yogyakarta, hingga semalam suntuk. Banyak penyair tenar yang berteman sekaligus “berguru” dengannya. Sangat beralasan jika pada tahun ’70 hingga ’80-an menjadi masa subur dunia kepenyairan di daerah istimewa itu. Rupanya, Umbu Landu Paranggi yang kini bermukim di Bali itu masih konsisten dengan dunianya, meski karya-karya kreatifnya sudah jarang bisa saya baca dan nikmati di media massa.

Sementara itu, teman perempuan Bang Asa, yang sering disapa Bu Rini yang guru SMP 20 Semarang itu, juga terlibat asyik dalam perbincangan. Dalam perbincangan itu, akhirnya saya ketahui bahwa Bu Rini ternyata alumnus IKIP Semarang, kakak angkatan saya sekitar tahun 1983/1984. Hem … lagi-lagi dunia kepenulisan menunjukkan keunikannya. Tidak salah ketika saya bertemu dengannya saat penjemputan, saya merasakan wajah Bu Rini terasa sangat familiar di mata saya. Perempuan yang sering menulis puisi dan novel itu sangat fasih berbicara “masa lalu”-nya ketika masih bersikutat memburu ilmu di kampus yang bermarkas di Jalan Kelud yang sekarang berpindah ke Sekaran, Gunung Pati, dan berganti nama menjadi Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu.

Begitulah perbincangan hangat terus mengalir dalam suasana santai dan akrab sekitar 1,5 jam. Sebenarnya saya masih ingin berbincang lebih lama. Selain untuk melepas kerinduan, juga ingin mengetahui lebih jauh atmosfer kehidupan sastra dan kesenian di kota Banjar Baru. Namun, saya tak sanggup menahannya karena Bang Asa mesti terbang kembali ke Kalsel. Sungguh, pertemuan yang mengesankan sekaligus mengharukan. Terima kasih Bang Asa, Bu Rini, juga teman Bang Asa yang belum sempat kenalan lebih jauh yang telah berkenan bertandang ke gubuk kami, semoga kita dipertemukan kembali dalam suasana yang lain.

Untuk mengenal lebih jauh siapa Bang Asa, berikut saya kutipan biodata ringkasnya.

Ali Syamsudin Arsi lahir di Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah, Prov. Kalimantan Selatan. Kini tinggal di kota Banjarbaru, Prov. Kalsel. Pendiri dan Ketua Forum Taman Hati, diskusi sastra dan lingkungan, bersama M. Rifani Djamhari. Pendiri dan Pembina Sanggar Sastra Satu Satu Banjarbaru.

Menerbitkan 4 buku ‘Gumam Asa’ yang berjudul: 1. Negeri Benang Pada Sekeping Papan (Tahura Media, Banjarmasin, Januari 2009). 2. Tubuh di Hutan Hutan (Tahura Media, Banjarmasin, Desember 2009). 3. Istana Daun Retak (Framepublishing, Yogyakarta, April 2010). 4. Bungkam Mata Gergaji (Framepublishing, Yogyakarta, Februari 2011). Menerbitkan buku kumpulan esai tentang Aruh Sastra Kalimantan Selatan (buku kumpulan esai bersama rekan-rekan: HE. Benyamine, Arsyad Indradi, Harie Insani Putra, Farurraji Asmuni, Tajuddin Noor Ganie): 1.Gagasan Besar, himpunan tulisan Aruh Sastra Kalimantan Selatan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, September, 2011). Buku puisi pribadi yang telah diterbitkan: 1. ASA (1986), 2. Seribu Ranting Satu Daun (1987), 3. Tafsir Rindu (1989 dan 2005), 4. Anak Bawang (2004), 5. Bayang-bayang Hilang (2004), 6. Pesan Luka Indonesiaku (2005), 7. Bukit-bukit Retak (2006).

Buku kumpulan puisi bersama, yaitu: 1. Banjarmasin (1986), 2. Bias Puisi dalam Al-Qur’an (1987), 3. Banjarmasin dalam Puisi (1987), 4. Festival Poeisi se-Kalimantan (1992), 5. Jendela Tanah Air (1995), 6. Tamu Malam (1996), 7. Kesaksian (1998), 8. Wasi (1999), 9. Bahana (2002), 10. Narasi Matahari (2002), 11. Refortase (2004), 12. Dimensi (2005), 13. Taman Banjarbaru (2005), 14. 142 Penyair Menuju Bulan (2006), 15. Seribu Sungai Paris Berantai (2006), 16. Ronce Bunga-bunga Mekar (2007), 17. Tarian Cahaya di Bumi Sanggam (2008), 18. Bertahan di Bukit Akhir (2008), 19. Menyampir Bumi Leluhur (2010), 20. Kambang Rampai, puisi anak banua (2010) 21. Seloka Bisu Batu Benawa (2011), 21. Bentara Bagang (KSI Tanah Bumbu, 2012). Buku-buku terbitan di luar Kalsel yang memuat karyanya, adalah: 1.Ragam Jejak Sunyi Tsunami (Medan, 2005), 2. Komunitas Sastra Indonesia, catatan perjalanan (Kudus, 2008), 3. Kenduri Puisi, buah hati untuk Diah Hadaning (Yogyakarta, 2008), 4. Tanah Pilih (Jambi, 2008), 5. Pedas Lada Pasir Kuarsa (Bangka Belitung, 2009), 6. Mengalir di Oase (Tangerang Selatan, 2010), 7. Percakapan Lingua Franca (Tanjung Pinang, Kepri, 2010), 8. Beranda Senja, setengah abad Dimas Arika Mihardja (Jakarta, 2010), 9. Senja di Batas Kata, beranda rumah cinta (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri Jambi, 2011), 10. Kalimantan dalam Puisi Indonesia (Panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI, Samarinda Kalimantan Timur (2011), 11. Kalimantan dalam Prosa Indonesia (Panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI, Samarinda, Kalimantan Timur 2011), 12. Akulah Musi (Palembang, 2011). 13. Sauk Seloko (Jambi, 2013), 14. Puisi Menolak Korupsi (Forum Sastra Surakarta, 2013), 15. Kepada Sahabat (Dewan Bahasa dan Pustaka, Cawangan Sabah, 2013).

Sebagai editor pada buku-buku: 1. Bahana (Kilang Sastra Batu Karaha, Banjarbaru, 2002), 2. Darah Penanda, antologi pemenang lomba cipta puisi dan cerpen (Dewan Kesenian Kota Banjarbaru, 2008), 3. Taman Banjarbaru (Forum Taman Hati, Banjarbaru, 2005), 4. Di Jari Manismu Ada Rindu (Kumpulan puisi Hamami Adaby, 2008), 5. Bertahan di Bukit Akhir (Kumpulan puisi penulis Hulu Sungai Tengah, 2008), 6. Bunga-bunga Lentera (Kumpulan puisi siswa SD dan SMP seKota Banjarbaru, 2009), 7. Tugu Bundaran Kota (Kumpulan puisi, cerpen dan dramatisasi puisi siswa SD dan SMP Kota Banjarbaru, 2010), 8. Badai 2011 (kumpulan sajak mutiara Hamami Adaby, 2011), 9. Pendulang, Hutan Pinus, dan Hujan (kumpulan puisi Sastrawan Kalsel : Ahmad Fahrawi dan M. Rifani Djamhari, 2011).

Tahun 1999 menerima hadiah sastra dari Bupati Kabupaten Kotabaru. Tahun 2005 menerima hadiah seni bidang sastra dari Gubernur Kalimantan Selatan. Tahun 2007 menerima hadiah sastra bidang puisi dari Kepala Balai Bahasa Banjarmasin. Tahun 2012 menerima penghargaan pada acara Tadarus Puisi dan Silaturrahmi Sastra, Pemerintah Kota Banjarbaru melalui Dinas Pariwisata, Budaya dan Olah Raga.

Salam Budaya! ***

Program Guraru Awards: Sebuah Kilas Balik

$
0
0
Bahasa

Oleh: Sawali Tuhusetya

Beberapa waktu yang lalu, pengelola program Guru Era Baru (Guraru) yang diprakarsai Acer Indonesia menyodorkan beberapa pertanyaan menarik berkaitan dengan keikutsertaan saya dalam Program Guraru Awards 2011. Sekilas profil dan keikutsertaan saya dalam program tersebut telah dipublikasikan di website Guraru.

Berikut kilas balik keikutsertaan saya dalam Program Guraru Awards 2011 yang saya petik berdasarkan pertanyaan-pertanyaan menarik dari pengelola Guraru.

Pada tahun 2011 (tanggal dan bulannya lupa?), Bu Sukajiyah, seorang rekan sejawat yang baik hati menginformasikan program Guraru Awards kepada saya. Uniknya, justru dialah yang telah mendaftarkan blog saya dalam ajang bergengsi di kalangan guru tersebut. Jadi, rekan sejawat yang kebetulan mengajar di sekolah yang sama itulah yang telah berjasa besar dalam mendekatkan saya pada Guraru Awards.

Setelah rekan sejawat yang baik hati itu mendaftarkan blog saya, jujur saja saya terus berusaha untuk melacak informasi tentang kehadiran Program Guraru Awards itu lebih jauh. Selama ini saya belum menemukan program kompetisi blog yang secara khusus berusaha merangkul guru secara intens agar benar-benar bermakna dan bermanfaat bagi pengembangan profesionalisme guru, khususnya dalam memanfaatkan teknologi internet untuk kepentingan pembelajaran dan pendidikan pada umumnya. Baru di Guraru Awards itulah saya menemukan “habitat” blog guru yang sesungguhnya. Guraru Awards memang program virtual yang saya nilai tepat untuk mengembangkan tagline “membangun semangat berbagi” yang selama ini telah saya saya jadikan sebagai bagian dari motivasi dan inspirasi saya dalam melakukan aktivitas ngeblog. Semangat semacam itulah yang telah mendorong saya untuk berpartisipasi dalam Program Guraru Awards.

Menurut hemat saya, Program Guraru Awards bukanlah kompetisi blog biasa yang setelah dinyatakan sebagai pemenang, putuslah hubungan “emosional” antara peserta dan penyelenggara. Guraru Awards tampil beda. Ia tidak hanya sekadar menjadi ajang kompetisi blog untuk menjaring peserta sebanyak-banyaknya, tetapi ada semacam “ikatan emosional” yang kian mendekatkan peserta kepada Program Guraru Awards. Kehadiran website guraru.org dengan dukungan jejaring sosial semacam twitter atau facebook makin mendekatkan jarak antara guru dan Guraru Awards. Saya suka suasana egaliter yang dikembangkan di Guraru Awards, sehingga semua peserta bisa berinteraksi dalam atmosfer pertemanan yang akrab, menyenangkan, dan penuh dengan sentuhan nilai kekeluargaan. Itulah alasan utama saya berpartisipasi dalam Program Guraru Awards.

Pemenang Bukan Target Utama
Sesungguhnya menjadi pemenang dalam Program Guraru Awards bukanlah target utama saya. Saya hanya berusaha mengembangkan tagline “membangun semangat berbagi” dalam ngeblog, sehingga sebisa mungkin saya berusaha untuk meng-update tulisan secara rutin dengan kualitas isi dan bahasa yang tetap terjaga.

Menulis, bagi saya, merupakan sebuah kebutuhan untuk berekspresi. Menulis bisa dijadikan sebagai media “katharsis” dan therapi batin di tengah peradaban yang  “sakit”. Sebenarnya ada banyak cara yang bisa dijadikan sebagai inspirasi untuk menulis. Namun, dari sekian banyak cara, yang lebih banyak mendominasi aktivitas saya dalam menulis adalah membaca, berpikir, dan berimajinasi. Saya tidak biasa menulis “sekali jadi”. Isi dan bahasa menjadi dua ranah yang perlu saya pertimbangkan dengan cermat, sehingga pembaca tidak hanya sekadar menemukan informasi, tetapi juga mendapatkan sesuatu yang mampu menyentuh nurani kemanusiawiannya. Oleh karena itu, saya tergolong penulis atau blogger yang kurang begitu produktif dalam menulis.

Saya tidak tahu persis bagaimana proses penjurian dalam Program Guraru Awards Tahun 2011 yang menentukan blog saya masuk dalam 15 finalis, hingga akhirnya ditetapkan menjadi salah satu pemenang. Saya hanya berusaha untuk meng-update tulisan di blog secara rutin dengan kualitas isi dan bahasa yang sebisa mungkin tetap terjaga. Selama mengikuti Program Guraru Awards, saya tidak pernah tergerak untuk mengajak, apalagi meminta, rekan-rekan guru atau blogger untuk mendukung saya agar menjadi pemenang. Bahkan, saya juga tidak pernah menginformasikan keikutsertaan saya dalam Program Guraru Awards, baik melalui blog maupun media sosial. Biarkan blog yang berbicara, bukan “intervensi” pemiliknya yang secara masif berusaha memengaruhi otoritas juri melalui banyaknya dukungan yang lebih sering terkesan narsis dan sarat dengan kepura-puraan. Saya percaya sepenuhnya atas otoritas dewan juri dalam menentukan blog mana saja yang memang layak menjadi pemenang sekaligus menjadi ikon dan “brand” Guraru Awards.

Tentu saja saya sangat senang dan bersyukur menerima anugerah sebagai salah satu pemenang Guraru Awards 2011. Anugerah ini benar-benar di luar dugaan karena selama mengikuti Program Guraru Awards, saya tidak pernah memublikasikan keikutsertaan saya, apalagi berupaya menjaring dukungan dari rekan-rekan guru atau blogger, baik melalui blog maupun media sosial. Saya seperti menemukan “habitat ngeblog” yang sesungguhnya setelah menerima anugerah ini.

Dalam konteks demikian, saya memberikan apresiasi tinggi kepada Acer Indonesia yang telah memiliki kepedulian meningkatkan profesionalisme guru dalam memanfaatkan teknologi internet untuk pembelajaran dan pendidikan. Saya kira ini merupakan sumbangsih nyata dari Acer Indonesia terhadap kemajuan dunia pendidikan di negeri ini yang kualitasnya masih sering dipertanyakan banyak kalangan. Selain memberikan hadiah menarik dan berharga kepada pemenang, juga memberikan kesempatan kepada pemenang untuk berbagi pengalaman kepada rekan-rekan sejawat dalam memanfaatkan teknologi internet, khususnya blog dan media sosial, dalam pembelajaran dan pendidikan melalui Seminar Guru Era Baru (Guraru).

Melalui Seminar Guraru, kita dapat mengetahui kondisi kompetensi guru yang sesungguhnya dalam memanfaatkan teknologi internet untuk pembelajaran dan pendidikan. Berdasarkan dialog dan interaksi dengan rekan-rekan sejawat dalam Seminar Guraru di beberapa kabupaten wilayah Jawa Tengah, misalnya, secara jujur mesti diakui, masih ada kesenjangan kompetensi guru yang luar biasa dalam memanfaatkan teknologi internet. Sebagian besar di antara mereka masih “rabun” teknologi internet. Selain kendala minimnya jaringan internet dan kondisi geografis, juga masih minimnya dukungan dari pengambil kebijakan untuk mengakrabkan guru pada internet dan teknologi informasi.

Kesan saya terhadap Program Guraru Awards luar biasa. Saya kira Guraru Awards merupakan satu-satunya program kompetisi blog guru di negeri ini yang benar-benar riil untuk mengakrabkan guru dalam memanfaatkan teknologi internet. Guraru Awards tidak hanya sekadar menjaring pemenang, tetapi juga ada upaya serius untuk membumikan teknologi internet dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui aksi-aksi konkret, baik melalui Seminar Guraru maupun diskusi virtual melalui tagar #Gurarutalk di akun Twitter. Melalui dua aksi konkret ini setidaknya guru terpacu untuk menjadi pembelajar yang sesungguhnya; tidak hanya sekadar menjadi guru kurikulum, tetapi juga menjadi guru inspiratif.

GuraruMeskipun Guraru Awards baru tiga kali digelar Acer Indonesia sejak tahun 2010, tetapi telah sukses menyedot animo guru untuk berbondong-bondong mengikutinya. Dari tahun ke tahun menunjukkan trend peningkatan jumlah peserta yang cukup signifikans. Hal ini sangat beralasan karena Guraru Awards memang bukan kompetisi blog biasa. Ada upaya serius dari Acer untuk meningkatkan IT Literacy di kalangan guru melalui aksi-aksi konkret. Setiap peserta diberikan kesempatan untuk berbagi informasi dan pengalaman secara virtual melalui website http://guraru.org dalam suasana terbuka dan egaliter, sehingga, disadari atau tidak, muncul ikatan “emosional” antarpeserta dan penyelenggara. Guru Awards bisa menjadi semacam “laboratorium virtual” yang memicu “adrenalin” guru untuk “berakrobat” secara inovatif dalam pembelajaran abad ke-21.

Yang tidak kalah menarik, peserta yang ditetapkan sebagai pemenang dilibatkan dalam berbagai event edukatif, semacam seminar, diskusi online, dan berbagai aksi konkret lainnya. Saya kira Program Guraru Awards bisa dijadikan sebagai media virtual bagi guru-guru kreatif dan inovatif untuk menemukan “habitat” yang sesungguhnya. Nah, peluang semacam itu sangat terbuka bagi rekan-rekan sejawat melalui Guraru Awards 2013 yang memberikan kesempatan emas bagi rekan-rekan sejawat untuk membuktikan kreativitas dan inovasi pembelajaran di tengah dinamika dunia pendidikan yang terus berubah. Nah, selamat mengikuti Program Guraru Awards 2013, semoga sukses selalu ada dalam genggaman tangan kita semua. ***

Tulisan Berpindah Tangan

$
0
0

Oleh: Ali Syamsudin Arsi

Sebuah upaya
pelatihan menulis
dengan suasana kebersamaan.

Memperkenalkan teknik ini kepada guru-guru
bertujuan untuk dapat diterapkan kepada anak didiknya
masing-masing di dalam setiap proses pembelajaran.

Sebagai salah satu jawaban
bahwa sebenarnya
menulis puisi itu mudah dan menyenangkan.

Tidak ada waktu lain selain menulis, menulis dan menulis.

Ada sebuah nasihat penting bagi yang ingin menjadi penulis handal: “Jangan pernah berhenti menulis, maka setiap hari lakukan menulis agar dapat menyelesaikan 10 halaman.”

Jangan tunda menulis selagi ada kesempatan untuk itu. (Menulis itu Genius, Roland Fishman, halaman 176)

Dengan “tulisan berpindah tangan” yakinlah bahwa anak didik akan lebih cepat cerdas dan berani cepat menyelesaikan tulisannya.

Misalnya ada perintah begini,
“Nah, anak-anak tulislah jam berapa kamu tidur malam tadi, tulislah sepanjang 4 baris dan gunakan kata-kata yang menurut kamu indah dan menarik.

Kalian menulis dalam hitungan 1 sampai 10.Bila sudah sampai hitungan 10 maka tidak ada lagi yang menulis.
Baiklah,
sekarang mulai menulis.
Satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan
sepuluuuuuuuuuuuhhhhhhhhhh.

Setelah hitungan 10 maka berancang-ancang akan memindahkan buku
atau kertas berisi tulisan kepada rekan yang lain.
Sebaiknya distribusi tulisan melingkar agar perpindahannya menjadi beraturan.

Selain menulis
siswa juga diajak untuk membaca tulisan yang ada di tangan mereka,
baik itu tulisannya sendiri maupun tulisan kawannya.

Kamu nanti dapat menemukan ceritamu sendiri pada saat kamu sedang menulis.(Menulis itu Genius, Roland Fishman, halaman 178)

Pernahkah kita ajarkan kepada anak-anak didik di saat membaca dengan selalu menggerakkan tangan mereka, baik tangan sebelah kiri atau tangan sebelah kanan, atau kedua belah tangan mereka.

Pernahkah kita ajarkan kepada anak-anak didik di saat membaca dengan mengarahkan wajah mereka ke depan, sesekali atau bahkan pada seluruh pembacaan karena telah menguasai sepenuhnya kalimat yang disuarakannya.

Pernahkah kita ajarkan kepada anak-anak didik untuk menggunakan telunjuk, kepal atau berbagai bentuk jemari di saat mereka menggerakkan tangan dalam setiap pembacaan berlangsung.

Bagaimana penguasaan bahan bacaan dengan teknik “buka dan tutup, buka dan tutup kembali”.

Pernahkah kita ajarkan kepada anak-anak didik membaca tanpa mengeluarkan suara tetapi gerak bibir tetap mengucapkan setiap kata dalam bacaan dan gerak tangan berjalan sesuai dengan yang dimau oleh pembacaan.

Sebenarnya bukan bagaimana kita bertanya tentang cara menulis tetapi yang paling penting sudahkah kita benar-benar menulis.

Mari kita menulis puisi dengan teknik “keroyokan”.

Dengan “tulisan berpindah tangan” kita ajak anak-anak didik bermain-main, ceria dan senang, bahwa menulis adalah sebuah tamasya dalam ruang imajinasi, kebersamaan dan membuka ruang alam pikiran atau bahkan pengalaman mereka masing-masing.

Mari kita membaca bersama-sama, berdiri dan bersuara dengan lantang.

Benar !!! Menulis itu memerlukan keberanian. Berani memulai dan berani mengakhiri.

Mengapa hingga detik ini Anda belum juga menulis, menarilah dengan lincah kata-kata di ujung jemari Anda, maka di masa yang akan datang ada tertulis nama Anda dalam setiap karya tulis yang Anda selesaikan karena Anda benar-benar telah menulis.

Lihat dan dengarkan orang-orang membaca tulisan Anda.

Salam hangat, salam gumam asa.

Contoh

Bukan. Bukan. Bukan itu yang kita mau.

Tapi, tunggu. Kita akan lihat dahulu apa yang akan terjadi.

Oh, tidak. Itu tidak mungkin. Kita salah dalam menilainya.

Jangan ragukan kemampuannya.

Bukan. Bukan. Bukan itu yang kita mau.

Coba pikirkan baik-baik, dia telah berjalan ke arah yang salah, tetapi, oh, tidak, tidak, bukan itu yang saya harapkan, sebab, saya melihatnya melompat secara tiba-tiba dan orang tua itu telah mendekatinya, sungguh, sangat tiba-tiba, dan ….

Hei, siapa yang sedang duduk di sana.

Lihatlah. Ya lihatlah.

Ia membuat mainan dan sangat jelas bahwa ia sedang bermain-main.

Oh, maafkan kami. Kami sudah mencoba apa yang akan kita lakukan seperti apa yang seharusnya dilakukan.

Mendekatlah.

Dan.

Tidak.

Oh maaf.

Setelah itu bagaimana.

Tetapi.

Sungguh.

Ia melambaikan tangan, apa maksudnya.

***

Pressure Gauge: Sensor Pressure dalam Dunia Industri

$
0
0

Sensor. Apa itu sensor? Samakah sensor dengan pressure gauge? Samakah sensor dengan temperature gauge? Atau justru sensor jauh berbeda dari temperature gauge ataupun pressure gauge? Jika Anda masih dibingungkan mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut, semoga tulisan berikut dapat menjawab kebingungan Anda.

Dalam salah satu situs di internet disebutkan bahwa sensor adalah salah satu jenis tranduser yang difungsikan untuk mengubah besaran mekanis, panas, magnetis, kimia, dan sinar mejadi suatu bentuk tegangan dan arus listrik. Sensor pada umumnya dipergunakan dalam kegiatan pendeteksian pada waktu melakukan kegiatan pengendalian dan pengukuran. Beberapa jenis sensor yang lazim dimanfaatkan pada rangkaian elektronik, antara lain adalah sensor tekanan, sensor cahaya, dan sensor suhu.

Pada tulisan ini, pembahasan hanya akan dibatasi pada sensor tekanan atau sensor pressure. Sampai di sini saya rasa Anda sudah memahami bahwa baik pressure gauge dan temperature gauge adalah bagian dari alat-alat sensor. Mengenai sensor pressure, jenis sensor ini memiliki prinsip kerja dengan cara mengubah tegangan mekanis menjadi suatu bentuk sinyal listrik. Kurang ketegangan pada umumnya didasarkan pada prinsip tahanan pengantar yang berubah dengan luas dan panjang penampang.

Sensor pressure juga lazim digunakan untuk mengukur dan melakukan monitoring pada nilai tekanan yang terdapat pada sistem proses produksi, seperti tekanan yang terdapat dalam cyclone-cyclone preheater. Terdapat juga sensor pressure yang dipergunakan untuk mengukur nilai tekan yang dihasilkan aliran fluida, seperti flowmeter. Di mana Anda dapat membeli flowmeter? Anda dapat menjumpai flowmeter dan aneka alat sensor instrumentasi lainnya di Pt. Momentous Instrumindo, sebuah perusahaan yang menangani bidang pengadaan alat-alat ukur suhu dan tekanan yang berlokasi di kawasan LTC Glodok. Beberapa jenis flowmeter yang disediakan PT. Momentous Instrumindo antara lain adalah air flow meter, water flow meter, dan lain sebagainya. ***

Mengungkap Keunikan Gumam Asa Bungkam Mata Gergaji

$
0
0

Hamberan Syahbana

I

Sastra

Bungkam Mata Gergaji adalah sebuah buku kumpulan gumam Ali Syamsudin Arsi,yang biasa disebut dengan panggilan Bung ASA, salah seorang sastrawan dari Kalimantan Selatan yang dikenal luas sebagai penulis puisi. Sedangkan di jejaring social facebook dunia maya Bung ASA ini biasa menggunakan akun Ali Arsyi. Buku ini diterbitkan oleh Framepublishing Yogyakarta. Sebuah buku berukuran 13,5 x 20 cm, tebal 148 + xiv halaman dengan nomor ISBN 978-979-16848-4-7.

Desain cover oleh Nur Wahida Idris dengan gambar cover lukisan Pintu Larangan karya Darvies Rasyidin. Cetakan pertama buku ini terbit pada bulan Februari 2011.  Buku ini menyajikan kumpulan 7 Gumam Asa yang terdiri dari: (1) Luka Merah, Merah Apel; (2) Ragam Jejak Rentak-rentak; (3) Bungkam Mata Gergaji; (4) Di Langit Buku Tak Terbaca; (5) Selanjutnya Kartini; (6) Gumam Kepada Gumam; dan (7) Lembar Demi Lembar.

Dilihat sepintas lalu buku ini nampak biasa-biasa saja. Pertama kali membaca isinya seperti artikel kolom yang berisi banyak sindiran halus dan kritik menggelitik terhadap berbagai hal yang terjadi di negara kita. Tetapi ketika dibaca berulang kali dan lebih dalam lagi ternyata ini bukan artikel kolom. Meski isi dan semangatnya sama tetapi berbeda dalam bentuk dan teknik penulisannya. Perbedaan itu terletak pada penggunaan pemaparan kata dan penyampaian masalah yang tidak langsung, tetapi menggunakan ungkapan-ungkapan perumpamaan yang harus dimaknai secara khusus. Tulisan yang seperti ini lebih mendekati pada karya sastra genre puisi. Atau barangkali gumam Asa ini adalah memang benar-benar puisi dalam bentuk tipografi yang berbeda dari puisi karya penyair lainnya. Hal inilah yang membuat buku ini menjadi sangat unik dan sangat berbeda dengan karya sastra dari penulis-penulis lainnya. Bukan saja berbeda dengan buku karya sastrawan Kalimantan Selatan, tetapi juga sangat berbeda dengan buku karya sastrawan Indonesia lainnya. Karena keunikan dan perbedaan inilah maka buku ini menjadi sangat menarik untuk ditelisik lebih dalam lagi. Bukan hanya menarik dalam hal teknis penulisannya saja, tetapi juga menarik dalam hal penyampaian isi, amanat dan pesan moralnya.

Berdasarkan paparan tsb. di atas maka kita perlu menelisik dan mencermati buku ini lebih dalam lagi. Utamanya tentang permasalahan apakah buku ini termasuk dalam katagori karya sastra genre puisi? Dan sejauh mana Kumpulan Gumam Asa ini dapat dihayati, diapresiasi, dan dinikmati. Dalam menelisik dan mencermati Gumam Asa ini, kita bisa melakukan dengan cara yang paling sederhana. Yaitu dengan cara menelisik unsur intrinsik yang ada di dalam karya sastra tsb. Apakah di dalam gumam itu ada unsur intrinsik pembangun puisi? Adapun unsur instrinsik yang dimaksud adalah: (1) bunyi; (2) diksi dan ungkapan; (3) rima; (4) ritme; (5) imaji; (6) majas, (7) judul; (8) tema, (9) amanat dan pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Karya sastra itu dapat dikatagorikan sebagai karya yang masuk dalam genre puisi jika di dalamnya ditemukan sedikitnya ada 7 unsur intrinsik pembangun puisi tsb. Karena karya sastra genre puisi ini memiliki unsur intrinsik yang khas dan sangat berbeda dengan intrinsik cerpen dan novel. Unsur intrinsik pembangun sebuah cerpen dan novel itu ada 7, yaitu  (1) tema; (2) amanat; (3) tokoh; (4) alur atau plot, (5) latar atau setting; (6) sudut pandang, dan (7) gaya bahasa.

***

Kata gumam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suara omongan yang tertahan di dalam mulut. Karena suara itu tertahan dalam mulut maka  kesannya suara itu antara terdengar dan tidak. Bukan berarti dalam gumam itu tak ada kata-kata. Kata-kata itu tetap ada hanya suaranya saja yang kurang jelas. Secara konotatif kata gumam di sini maksudnya adalah karya sastra yang dideklarasikan oleh Ali Syamsudin Arsi dengan istilah Sastra Gumam. Menurut ASA sastra gumam ini terinpirasi dari suara gumam prosesi keagamaan warga transmigrasi asal Bali. Suara gumam yang sepintas lalu hanya bunyi gumam, ternyata dalam gumam yang tak terdengar jelas itu bersisi kata-kata suci yang menyuarakan banyak hal. Dalam hal yang sama gumam Asa ini juga mengungkapkan berbagai masalah yang padu dan menyatu. Ternyata rangkaian kata dan ungkapan tsb. sarat dengan makna, amanat dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Berkaitan dengan judul dan permasalahan tersebut di atas, esai ini sengaja ditulis untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya tentang Gumam Asa ini. Mengingat terbatasnya kemampuan dan halaman yang ditentukan maka di sini kita hanya mengulas sebagian dari salah satunya saja, yaitu Gumam Asa 3 Bungkam Mata Gergaji.

II
Gumam Asa 3 ini berjudul Bungkam Mata Gergaji. Sedangkan kata Gergaji sendiri mengingatkan kita pada alat yang biasa digunakan untuk pemotong kayu. Dalam konteks Gumam ini secara denotatif kata Gergaji maksudnya adalah alat yang digunakan dalam penebangan hutan secara besar-besaran. Hal ini secara implisit dapat dilihat pada kutipan paragraf pembuka berikut ini.

Hutan belantara rimba raya terlanjur hangus bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul, negeri kitakah yang tiba-tiba menjelma hutan belantara rimba raya sebagai tebaran pesona dari berpuluh penampilan agar tetap menjadi yang terbaik walaupun tengadah kulit yang keriput tak pernah dihiraukan sampai tuntas, sesekali datang juga berkunjung tetapi hanya cuci muka agar tetep bersih putih dan tak pernah mau peduli sampai mendatangkan kebahagiaan ke akar-akar, selalu saja menggantung di cabang-cabang di ranting-ranting. (Gumam Asa 3 Bungkam Mata Gergaji,  hal. 13)

Meski paragraf pembuka di atas tidak menyebutkan secara khusus adanya gergaji mesin yang digunakan untuk menebangkayu, tetapi secara implisit diketahui bahwa Hutan belantara rimba raya terlanjur hangus bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul ini sebelum dibakar hangus tentulah ditebang dengan gergaji mesin. Dan sisa penebangan yang berserakan itu lalu dibakar dan dihangus-musnahkan. Karena membakar sisa-sisa penebangan yang berserakan itu jauh lebih mudah daripada membersihkan dengan cara apapun.

Paragraf pembuka ini dibangun dengan diksi dan ungkapan yang begitu dahsyat dan puitis. Hal ini ditandai dengan ungkapan Hutan belantara rimba raya terlanjur hangus bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul. Secara khusus ungkapan ini dibangun dengan majas tautotes, ada juga yang menyebutnya majas tautology yang ditandai dengan frasa hutan belantara yang bersinonim dan sama artinya dengan frasa rimba raya, demikian pula dengan ungkapan terlanjur hangus bertunggul-tunggul yang dipertegas lagi dengan ungkapan yang sama maksudnya yaitu sudah sangat gundul. Ungkapan-ungkapan ini menjadi indah dibaca dan didengar karena adanya rima asonansi yang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [u] pada kata dan pada terlanjur, hangus, bertunggul-tunggul, sudah,  gundul dan pada kata gundul. Di sini juga ada rimaaliterasi yang ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan [r] pada kata belantara yang bersajak dengan kata rimba raya. Dan di sini juga ada rima aliterasi yang ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan [s] pada kata sudah yang bersajak dengan kata sangat. Dan masih banyak lagi rima-rima yang lain.

Di sini juga ada untaian kata negeri kitakah yang tiba-tiba menjelma hutan belantara rimba raya sebagai tebaran pesona dari berpuluh penampilan agar tetap menjadi yang terbaik yang dibangun dengan majas retoris yang ditandai dengan pertanyaan negeri kitakah yang tiba-tiba menjelma hutan belantara rimba raya. Di sini juga ada majas metafora yang ditandai dengan ungkapan hutan belantara rimba raya sebagai tebaran pesona dari berpuluh penampilan. Di sini juga ada majas hiperbola yang ditandai dengan ungkapan terlanjur hangus bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul, tiba-tiba menjelma hutan belantara rimba raya, dan dalam ungkapan walaupun tengadah kulit yang keriput tak pernah dihiraukan sampai tuntas tak pernah mau peduli sampai mendatangkan kebahagiaan ke akar-akar, selalu saja menggantung di cabang-cabang di ranting-ranting. Di sini juga ada majas eupimisme yang ditandai dengan ungkapan cuci muka. Dan sekaligus dalam untaian kata sesekali datang juga berkunjung tetapi hanya cuci muka agar tetep bersih putih. Di sini ada majas litotes yang ditandai dengan ungkapan hanya cuci muka.

Paragraf pembuka ini juga dibangun dan diperindah dengan ritme atau irama yang terbentuk dari pengulangan  bunyi vokal dan pengulangan bunyi konsonan. Hal ini jelas dapat kita rasakan pada untaian kata Hutan belantara rimba raya terlanjur hangus bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul. Di sini terasa keindahan bunyi karena adanya pengulangan bunyi vokal [a] yang dominan terasa pada Hutan belantara rimba raya. Di sini juga ada ritme yang terbentuk dari pengulangan bunyi [ul] pada kata bertunggul-tunggul dan pada kata gundul. Berikut ada juga pengulanganbungi vokal [e] pada rangkaian kata negeri kitakah yang tiba-tiba menjelmahutan belantara rimba raya sebagai tebaran pesona dari berpuluh penampilan agar tetap menjadi yang terbaik walaupun tengadah kulit yang keriput tak pernah dihiraukan sampai tuntas, sesekali datang juga berkunjung tetapi hanya cuci muka agar tetep bersih putih dan tak pernah mau peduli sampai mendatangkan kebahagiaan ke akar-akar, selalu saja menggantung di cabang-cabang di ranting-ranting.

Jalan Menuju Gumam

$
0
0

Oleh M. Nahdiansyah Abdi

Sastra

Empat buku gumam telah diluncurkan oleh Ali Syamsudin Arsi (ASA), yaitu Negeri Benang pada Sekeping Papan (2008), Tubuh di Hutan-hutan (2009), Istana Daun Retak (2010), dan Bungkam Mata Gergaji (2011). Sampai saat ini, penulisnya masih bersikukuh bahwa gumam adalah genre tersendiri, terlepas dari beragam komentar yang memuji dan menyangsikannya. Bagi saya sendiri, hanya ada satu pintu masuk untuk memahami gumam, yaitu kata “gumam” itu sendiri. Orang barangkali kesulitan mengidentifikasi jenis kelamin gumam. Dikatakan puisi bukan, dikategorikan prosa juga tak tepat. Ada orang yang melihat ciri gumam dari kerumitan dan kemampuannya dalam jungkir balik bahasa, yang tentu, membuat lelah pembacaan akibat abstraksi ide yang berlebihan1. Yang lain menyebut gumam sebagai karya yang asimetri, disharmonis, dan menggambarkan adanya dekonstruksi. Dikatakan, Gumam ASA sengaja didesain tidak teratur sebagai dasar estetiknya2. Pernyataan-pernyataan itu barangkali benar adanya. Namun, tak sedikit bagian dari gumam yang runtut, teratur, dan harmonis. Sepertinya gumam ingin melanggar semua batasan-batasan yang ada. Ia bisa sangat puitis, bila sangat prosais, namun juga bisa sangat gelap.

Hanya ada satu pintu masuk untuk memahami gumam, yaitu kata “gumam” itu sendiri. Gumam adalah aktivitas oral. Ia merupakan sebuah tradisi lisan. Walaupun kemudian dituliskan, tak pelak, sebelumnya ia berdengung-dengung dalam pikiran sebagai gumpalan gumam yang mendesak untuk diaksarakan. Dan setelah diaksarakan, ia juga mendesak untuk dikembalikan sebagai gumam. Gumam belum disebut gumam sebelum “digumamkan”. Kira-kira begitulah pandangan saya. Pandangan ini simetris dengan penyair Taufiq Ismail terhadap puisi. Ia mengutip Brogan dan Fleischmann: Saya menyokong pendapat bahwa puisi akan memperoleh seperangkat tubuh lengkap bila ditambahkan kepadanya suatu unsur lagi, yaitu suara lewat pembacaannya3. Ia bicara tentang puisi yang utuh. Dan kita bicara tentang gumam yang paripurna. Keutuhan dan keparipurnaan gumam hanya mungkin lewat penggumamannya. Tak ada cara lain. Ini bisa dilakukan sendirian di kamar atau didesain dalam suatu pertunjukan.

Tidak seketat penulisan teks sastra yang lain, gumam hanya punya satu aturan, yaitu pengakuan. Pengakuan bahwa teks yang ditulis adalah gumam. Titik. Isinya bisa apa saja, mau runtut, mau jungkir balik, mau panjang, mau pendek, mau ditulis rata kanan-kiri atau tidak, mau melanggar titik-koma, mau konvensional, mau puitis, mau bercerita, mau berisi serapah. Terserah. Dan setelah itu, kembali pada formulasi sebelumnya: gumam belum disebut gumam sebelum “digumamkan”.

Merunut Gumam sampai ke Rumah Sakit Jiwa

Barangkali saya adalah satu dari sedikit orang yang sudah tak asing dengan “gumam”. Bentuk gumam yang paling murni, saya pikir, banyak ditemui di rumah sakit jiwa tempat saya bekerja. Seseorang dengan gangguan psikotik4, selain dicirikan dengan adanya waham dan halusinasi, ia juga bicara terdisorganisasi atau inkoherensi. Bagi saya, inilah “gumam” yang sesungguhnya. Dan “gumam” yang satu ini, adalah manifestasi dari gangguan spesifik pada bentuk pikiran. Di dalamnya mungkin ada word salad (kata yang campur aduk), kondensasi (penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep), sirkumstansialitas (pemasukan berlebihan informasi yang tak relevan, meskipun kemudian mencapai tujuan), tangensialitas (yang ini sama sekali tak mencapai tujuan), flight of ideas (verbalisasi yang cepat dan terus-menerus yang menghasilkan pergeseran terus-menerus dari satu ide ke ide lain), clang association (asosiasi kata yang mirip bunyinya tapi berbeda arti), perseverasi (sukar mengalihkan pokok pembicaraan meski stimulusnya baru), derailment (penyimpangan mendadak dalam urutan pikiran), verbigerasi (pengulangan kata atau frasa yang tidak punya arti), glossolalia (ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui kata-kata yang tidak dapat dipahami/juga dikenal sebagai bicara pada lidah), neologisme (penciptaan kata baru)5.

Gumam yang lestari di rumah sakit jiwa, barangkali memiliki persamaan dan perbedaan dengan gumam yang dipopulerkan oleh Ali Syamsudin Arsi. Persamaannya, saya pikir, ia sama-sama bukan alat untuk berkomunikasi. Orang dengan bicara inkoheren (di buku rekam medik pasien sering ditulis sebagai bicara kacau), kata-kata yang keluar murni ekspresi dari dalam bawah sadar, sehingga kalaupun ada kata-katanya yang “nyambung” bahkan bijak, ia tetaplah tidak memiliki tujuan komunikasi. Sama dengan gumam ASA, seorang pembaca kadang memiliki harapan untuk berkomunikasi dengan teks gumam. Barangkali ada sedikit yang bisa dimaknai, namun pahamilah bahwa gumam memang bukan ditujukan untuk itu. Gumam bukan alat untuk berkomunikasi. Gumam lebih kepada alat ekspresi.

Perbedaannya, barangkali, bicara inkoheren berangkat dari alam bawah sadar yang rembes ke alam sadar manusia, tanpa ia dapat sepenuhnya melakukan kontrol. Sedangkan gumam ASA, adalah aktivitas sadar dalam gelombang otak yang rendah (alpha atau theta)6, dan ada keterlibatan otak kiri yang mengatur simbol dan bahasa, sehingga memungkinkan aktivitas menulis atau mengaksarakannya. Kontrol menulislah yang membedakannya, yang menyebabkan gumam ASA tetap “membumi”. Orang dengan bicara inkoheren akan sangat kesulitan membuat simbol-simbol bermakna dalam keadaan hilang realitas. Kecepatan pikiran melebihi respon motoriknya. Belum lagi muncul labirin-labirin gelap bahasa yang mungkin berasal dari alam bawah sadarnya atau alam bawah sadar kolektif manusia. Simbol-simbol yang akhirnya dapat ditulis barangkali akan berantakan.

Masa Lampau Gumam

Y. B. Mangunwijaya, si penulis novel Burung-burung Manyar, pernah menulis sekumpulan tulisan yang diberi judul Gerundelan Orang Republik7. Gerundelan, papar Romo Mangun, adalah mekanisme bertahan orang-orang kecil terhadap kekuasaan. Ya, gerundelan dan gumam memiliki akar makna yang sama (orang Banjar menyebut garunum). Dengan gerundelan atau gumam, efek tindas dari kekuasaan menjadi kecil. Dengan gumam, kebencian dan kemarahan dapat tersalurkan secara aman tanpa hukuman lebih lanjut dari kekuasaan. Gumam hanya muncul dari posisi sub-ordinat. Ini menjadi jalan orang-orang tertindas yang paling aman untuk menyuarakan perlawanan. Ia hanya membutuhkan seorang penunjuk jalan (baca pemimpin) untuk dikobarkan menjadi sebuah pemberontakan yang nyata.

Dalam bahasan psikoanalisa, bentuk-bentuk perlawanan telah dimulai sejak masa oedipal. Aliran klasik dari psikologi ini mencetuskan sebuah istilah Oedipus Complex. Pada masa itu, anak laki-laki dan ayah berebut perhatian dan cinta ibu. (Perkataan Oedipus sendiri diambil dari kisah tragedi Yunani yang diceritakan oleh Sophocles, di mana Oedipus membunuh ayahnya, lalu mengawini ibunya sendiri). Dikatakan bahwa saat itu, anak laki-laki akan membenci dan memusuhi ayah. Jika perkembangan seseorang terhenti di fase ini, ia akan terus-menerus dalam permusuhan dan perkelahian. Namun jika berkembang, ia akan melakukan sublimasi dengan cara melakukan identifikasi dengan orangtua dari jenis kelamin sama dan energinya dipakai anak untuk bersosialisasi.

Saya kadang tercenung dan memikirkan, bahwa puisi-puisi Rendra, adalah puisi-puisi yang banyak berciri oedipal, jika mau dikatakan begitu. Ayah adalah simbol kekuasaan pertama yang ditemui seorang anak. Dan perlawanan bermula dari sana. Rendra pernah menulis kepada penyair Ajip Rosidi, bahwa perlakuan dan tekanan dari ayahnya merupakan pengalaman terpahit yang membuatnya selalu ingin melawan dan memberontak pada dunia8. Bacalah puisi-puisi Rendra, penuh dengan lukisan perkelahian dan permusuhan terhadap pemilik-pemilik kekuasaan. Pemilik kekuasaan itu bisa jadi itu berwujud ayah, majikan, lembaga Negara, lembaga agama, sistem sosial, atau sistem politik. Kompleks Oedipus telah menjadi penyulut api pertama bagi puisi-puisi penuh perlawanan.

Saya menduga, gumam juga berawal dari fase ini, namun fase ini tidak berjalan sempurna atau belum tuntas. Ada proses identifikasi yang macet. Ayah, sebagai pusat kekuasaan yang pertama, di mata anak berada dalam posisi yang membingungkan. Ia dicaci, tapi juga dirindukan. Ia sangat dihormati, tapi juga dibenci. Ia membuat kesal, tapi perlindungannya masih diharapkan. Mungkin ada pengalaman-pengalaman traumatis yang direpresi sehingga identifikasi yang mulai berjalan menjadi terganggu. Ini menyebabkan perasaan terbelah antara ingin melawan dan ingin sebuah figur. Bentuk-bentuk perlawanan menjadi tak maujud, namun juga tak hilang sama sekali. Ia menjadi api dalam sekam. Gumam memberi jalan tengah. Dengan gumam, ia dapat sekaligus melawan sambil terus melakukan identifikasi.

Jika menengok ke fase yang lebih awal, maka gumam juga memiliki basis perkembangan yang mungkin terkait. Fase ketika bayi mengeluarkan suara-suara yang tidak memiliki fungsi komunikasi. Dikenal dengan meraban atau mengoceh. Karl Buhler menyebutnya sebagai monolog ocehan. Mengoceh ini dimulai sekitar umur 3 bulan dan merupakan tanda dari permulaan perkembangan bahasa. Van Ginneken dan Gregoire  memandang hal ini tidak hanya bermakna terpenuhinya kebutuhan fisiologis, namun juga mempunyai arti emosional. Semacam hadirnya perasaan-perasaan positif, rasa senang dan kepuasan, penerimaan dan cinta.9

Gumam, jika dilihat dari perspektif ini, memiliki dua makna. Pertama, secara tidak sadar, ia merupakan bentuk pengulangan fase perkembangan yang lebih awal atau regresi ke fase, yang oleh Freud, disebut fase otoerotik oral. Fase ketika seseorang mendapatkan lagi penerimaan dan cinta. Kedua, secara sadar, ia menjadi alat bertahan dari ketegangan-ketegangan yang muncul karena benturan kekuasaan. Gumam mengembalikan kekuasaan kepada pemiliknya, penggumamnya.

Terkait dengan kekuasaan ini, gumam yang awalnya muncul di masa oedipal, terus dipertahankan secara konsisten pada tahap perkembangan selanjutnya. Ia bisa menjadi alat yang efektif untuk menyuarakan perlawanan. Menggumam adalah bentuk perlawanan tak kentara, yang diam-diam, tanpa pusat kekuasaan merasa terusik. Ia bisa menyasar siapa pun yang bertindak sewenang-wenang. Jika pun pusat-pusat kekuasaan terusik, dan bertanya: “Apa kamu bilang?!”. Si tertindas masih bisa berkelit. Ada keuntungan psikologis yang didapat oleh penggumam. Ia dapat dipandang sebagai “yang gila” sebagaimana orang yang bicara inkoheren. Ia dapat mengungkap hal yang terang menyimpang dalam akrobat bahasa. Hanya kekuasaan yang paranoid yang memiliki perhatian dan merasa terancam. Namun, menanggapi penggumam pada akhirnya hanya akan menimbulkan cibiran: sama gilanya!

Gumam juga patut diduga sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni estetika sastra Jakarta terhadap daerah. Dulu pernah heboh gerakan Revitalisasi Sastra Pedalaman, yang dimotori oleh Beno Siang Pamungkas, Kusprihyanto Namma, dkk. Pihak “daerah” menuding Jakarta telah bersikap tidak adil dan menutup ruang terhadap sastrawan dari daerah. Pihak “Jakarta” menyatakan subtansinya bukan itu, dan balik menuding bahwa orang daerah hanya frustrasi karena karyanya tak dimuat-muat oleh media pusat. Gumam, saya pikir, adalah sebuah mekanisme untuk mengembalikan kekuasaan orang-orang tertindas. Setidaknya penguasa tak leluasa menjamah wilayah ini, wilayah gumam, wilayah yang penuh rahasia. Ini sepadan dengan pernyataan implisit dari ASA sendiri dalam pengantar Istana Daun Retak. Katanya:”Apa pun bentuk peristiwa yang dialami oleh gumam, dalam perjalanannya, tetaplah ia sebagai proses kreatif penulisan. Sebagai jejak telapak di sepanjang perjalanannya. Jangan paksakan untuk menjadi ‘harus jelas’ sebab ada beberapa petunjuk tersimpan ‘sebagai rahasia’. … Rahasia menempati posisi penting karenanya. Bahkan rahasia itu juga ada di benak pembaca. Karena pembaca memiliki ‘kekuasaan’, memiliki rahasianya sendiri-sendiri.

Kerahasiaan yang dipertahankan gumam adalah kekuasaan itu sendiri.  Dengan Gumam, ASA barangkali terbebas. ASA merasa merdeka dari praktik-praktik hegemoni sastra Jakarta yang banyak membebani sastrawan-sastrawan daerah. Ya, bukankah banyak sastrawan daerah yang baru merasa ditahbiskan sebagai sastrawan setelah karyanya menembus media pusat? Tentu dengan estetika pusat pula? Bukankah gumam sebuah pembebasan estetika? Ah, di luar pertanyaan-pertanyaan yang memusingkan itu, percayakan pembaca bahwa tulisan saya ini adalah sebuah gumam? Saya serius.

Untuk menutup tulisan ini, tidak afdol rasanya jika tidak mengutip gumam ASA. Barangkali anda terinspirasi.

Pohon-pohon Rumbia10

Pohon-pohon itu tertinggal jauh dari derap langkah perjalanan yang lama tidak lagi meninggalkan jejak di lumpur, “Lihatlah ujung atap rumah itu pun lenyap tanpa mampu bernapas, bahkan untuk dirinya sendiri, kita tak mampu,” selembar atap rumbia hanyut di arus sungai menuju laut yang begitu luas

“Adakah yang akan berangkat di subuh bercuaca kabut itu,” suara dari menara dan kini kita semakin melupakan bahwa ada yang menangis di bawah lumpur mereka.

Banjarbaru, 27 Juli 2013

Catatan Kaki:

1. Baca Gumam Asa, Aforisma dan Pasta Kebenaran oleh Sainul Hermawan, dalam buku Bungkam Mata Gergaji. Penerbit, Framepublising, Yogyakarta. Cet. Pertama, 2011, hlm. 139.

2. Baca “Gumam ASA”: Wawawan Estetik Disharmoni, Asimetri, dan Dekonstruksi oleh Dimas Arika Mihardja, dalam buku Bungkam Mata Gergaji. Penerbit, Framepublising, Yogyakarta. Cet. Pertama, 2011, hlm. 120.

3. Lihat buku Malu (Aku) jadi Orang Indonesia oleh Taufik Ismail. Penerbit Yayasan Indonesia, Jakarta. Cetakan kedua, 2000, hlm. 201.

4. Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, dihindari pemakaian istilah “seorang neurotic”, “seorang skizofrenik” atau “seorang pecandu”. Namun dipakai istilah “seseorang dengan skizofrenia”, “seseorang dengan gangguan neurotik”, dsb. Istilah teknis ini mengacu pada anggapan bahwa penggolongan gangguan jiwa bukan untuk menggolongkan orang-orang.

5. Disarikan dari berbagai sumber, diantaranya Sinopsis Psikiatri, jilid I, edisi ketujuh, oleh Kaplan dan Sadock (2010). Buku Saku Psikiatri oleh Residen Bagian Psikiatri UCLA (1997), Ilmu Kedokteran Jiwa oleh W.M. Roan (1979),

6. Gelombang otak alpha dan theta adalah area di mana seseorang dapat sangat sugestif dan kreatif. Pembagiannya sebagai berikut: Ada kondisi sadar dan sibuk, yaitu gelombang Beta (24 – 14 cps), gelombang Alpha (14 – 7 cps), gelombang Theta (7 – 3,5 cps) dan gelombang Delta (kondisi tidur normal, 3,5 – 0,5 cps).

7. Gerundelan Orang Republik adalah buku kumpulan tulisan Y.B. Mangunwijaya. Buku itu pernah saya miliki, namun saya hibahkan ke sebuah SMP sewaktu KKN dulu.

8. Baca tulisan Biografi W.S. Rendra oleh Edi Haryono, dalam Doa untuk Anak Cucu (kumpulan puisi Rendra yang belum pernah dipublikasikan). Penerbit Bentang, Yogyakarta. Cetakan I, 2013, hlm. 74. Rendra mengenang: “Konflik dengan ayah itu agak membekas dan lama baru hilang.” Ia pun mengatakan, meskipun tidak cocok dan sering bentrok, ia kagum pada nalar dan cara ayahnya mempertahankan moral. “Saya ini justru mirip ayah saya, sama-sama keras,” ujar Rendra. Di sini mulai kelihatan Rendra melakukan identifikasi.

9.   Lihat buku Psikologi Perkembangan oleh F.J. Monks, A.M.P. Knoers, dan Siti Rahayu Haditono. Gadjah Mada University Press. Cet. 11, Yogyakarta, hlm. 158-159

10. Lihat Bungkam Mata Gergaji. Ali Syamsudin Arsi. Penerbit, Framepublising, Yogyakarta. Cet. Pertama, 2011, hlm. 11.

Keterangan:
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Mengulas Karya Sastra di ajang Aruh Sastra Kalimantan Selatan X di kota Banjarbaru tahun 2013 dan menjadi juara III. M. Nahdiansyah Abdi adalah pengarang yang kini tinggal di Banjarbaru.


Perempuan yang Menggelisahkan ASA

$
0
0

Oleh Nailiya Nikmah JKF

“Bukankah kau perempuan?” ….

“Aku? Perempuan? Pertanyaan apa itu.”

 

1

Ada dua hal yang menjadi kebutuhan pokok seorang pengarang. Pertama, ia memerlukan saat-saat untuk mengeluarkan kegelisahan-kegelisahan yang memenuhi ruang batinnya. Kegelisahan kreatif yang membuatnya menghasilkan salah satu atau lebih bentuk karya sastra. Kedua, ia memerlukan orang lain di luar dirinya untuk menikmati kreativitasnya tersebut. Ia memerlukan pembaca-pembaca yang bisa menangkap dan menafsirkan kegelisahan-kegelisahannya baik yang berada di permukaan saja maupun yang menukik jauh ke kedalaman maknanya.

menolak bayangMembangun tradisi menulis di tengah masyarakat yang sudah lekat dengan tradisi lisan tidak mudah. Ini bertalian pula dengan tidak mudahnya membangun tradisi membaca. Tanpa pengarang tidak mungkin ada karya sastra. Akan tetapi, karya sastra tidak ada artinya jika tidak dinikmati oleh pembaca. Tradisi membaca tidak hanya akan mencerahkan masyarakat sebagai penerima makna pesan-pesan tapi juga akan mencerahkan pengarang sebagai pengirim makna pesan.

Kiranya, dua tradisi inilah, menulis dan membaca yang menjadi fokus perhatian seorang Ali Syamsudin Arsi (ASA). ASA banyak menulis tapi ia tidak berhenti sampai di situ. Ia tidak lantas berpuas hati ketika ia mampu menuangkan kegelisahannya dalam berbagai teks. Ia juga mengupayakan bagaimana cara agar kegelisahannya tertangkap oleh orang lain. ASA tidak jarang melakukan “promosi-promosi” agar orang lain bisa menemukan kegelisahannya; agar orang lain mau dan mampu membaca hasil pemikiran panjangnya.

2

Menurut Maman S. Mahayana (2012:18) teks terlahir dari sejumlah persoalan di belakangnya dan sekian harapan di depannya. Ada proses panjang dan tidak seketika jadi. Teks merupakan hasil perjalanan panjang sebuah proses pergulatan pemikiran manusia pengarang dalam kepungan berbagai budaya yang diterima sekaligus ditolaknya.

Pergulatan pemikiran ASA dapat kita temukan (dengan tidak mudah) dalam buku terbarunya yang ia sebut sebagai kumpulan cerpen berjudul Menolak Bayang (MB) diterbitkan oleh 2A Dream Publishing (September 2013). Dilihat dari bentuk dan gaya penulisan, kumpulan cerpen ASA memiliki bentuk dan gayanya sendiri yang ketika kita membacanya kita akan — mau tidak mau — teringat pada bentuk karyanya yang lain, yaitu gumam ASA.

Ada banyak persoalan di belakang kelahiran kumcer MB, salah satu yang menarik adalah persoalan perempuan. Persoalan perempuan selalu menarik untuk ditulis dan dibaca. Menarik karena dia memiliki dilema. Ketika “perempuan” tidak dilibatkan dalam peran-peran penting di luar peran domestik dan peran “wajib”, ada kejanggalan dan ketimpangan yang menggoda untuk dipertanyakan. Akan tetapi ketika mereka dilibatkan dengan alasan keperempuanannya, hal ini justru akan semakin mempertajam pandangan tentang perbedaan perempuan dengan laki-laki.

Cerpen “Lelaki Penjaga” (2013:82) seperti terlahir dari pemikiran dilematis tersebut. Tokoh aku (seorang perempuan) mencoba mewakili suara perempuan yang tidak mau kemampuan dirinya dipertanyakan karena alasan dia seorang perempuan. Kutipan yang saya tampilkan dalam bagian pembuka tulisan ini menjadi corongnya. Perempuan tidak mau dipandang pantas atau tidak pantas, mampu atau tidak mampunya dia melakukan sesuatu dari sudut keperempuanannya. Hanya karena dia perempuan, dia dianggap tidak layak/tidak pantas melakukan sebuah penelitian dengan topik dan lokasi penelitian yang berbahaya. Ketika tokoh lelaki menanyakan hal ini dengan kalimat“Bukankah kau perempuan?”, tokoh perempuan menjadi gusar dan menjawab,“Aku? Perempuan? Pertanyaan apa itu.” Jawaban ini memberi gambaran keberanian perempuan sekaligus kekesalannya terhadap pandangan orang lain yang meremehkan dirinya. Tersimpan sebuah tekad untuk membuktikan kemampuannya dibalik jabatan perempuan yang ia sandang.

Hanya saja, ASA tidak membiarkan perempuannya menjadi gagah berani begitu saja. ASA menghadirkan ancaman bahaya bagi tokoh perempuannya. Dalam cerpen itu tergambar bahwa yang menyebabkan tokoh perempuan dalam bahaya tidak lain adalah para lelaki hidung belang —  dari jenis laki-laki. Ini menjadi ironis. Yang menjadi ancaman dalam cerpen ini adalah lelaki, di sisi lain yang menjadi penyelamat tokoh perempuan dalam cerpen ini juga laki-laki. Laki-laki menjadi pisau bermata dua bagi perempuan. Satu sisi ia bisa menjadi pengancam, di sisi lain ia juga yang menjadi penjaga perempuan.

Perempuan bukan makhluk yang kedudukannya berada di bawah laki-laki tapi kedudukan perempuan juga tidak mungkin berada di atas laki-laki. Kurang lebih begitu yang ingin disampaikan ASA dalam kumcernya MB. Perempuan terlalu menggelisahkan bagi ASA dalam MB. MB ingin menghebatkan perempuan tapi keinginan menghebatkan itu selalu berhasil dibelokkan kembali. Semacam ada keraguan, ketakutan, kekhawatiran jika perempuan berhasil dihebatkan. Bacalah, ketika tokoh perempuan dalam “Lelaki Penjaga” berhasil melakukan penelitiannya dengan memuaskan (mendapat nilai A). Kemenangan itu tidak begitu saja bisa dirayakan oleh tokoh perempuan dengan dirinya sendiri sebagai sebuah pribadi yang tunggal. ASA merasa perlu menaruh embel-embel bahwa keberhasilan itu disebabkan oleh pertolongan tokoh lelaki yang setia menjaganya. Tidak cukup sampai di situ, tokoh lelaki penjaga ini pula yang berhasil mencuri hatinya. Maka kutipan kalimat “Ini semua merupakan bagian dari emansipasi, kau mau mengerti?” menjadi tidak terlalu penting lagi karena ia telah kehilangan ruhnya.

Hal serupa juga tampak dalam “Puisi yang Melintas”(2013:53). Dua tokoh perempuan, Nisda dan Ningsih ditampilkan sebagai perempuan cerdas yang memiliki minat sama dalam hal konstruksi sebuah bangunan besar bernama kebudayaan. Pemahaman demi pemahaman tentang terbentuknya tatanan besar kebudayaan yang lahir dari semangat kebersamaan yang luar biasa diserap oleh Nisda dari Ningsih. Akan tetapi lagi-lagi kecerdasan mereka harus disela oleh hal lain yang meski hanya selintas tapi patut diperbincangkan, yaitu seorang laki-laki. Yang mereka rumpikan adalah selera makan Kobar, tokoh laki-laki dalam cerpen ini. Ketika Ningsih menyampaikan pemikirannya tentang kebudayaan, Nisda lebih banyak diam. Lihat kutipan Nisda dengan hikmad menyerap saja kata-kata yang disimaknya atau Nisda masih membisukan bibirnya. Anehnya, ketika Ningsih menyampaikan “wawasannya” tentang selera makan Kobar, Nisda tidak bisa tinggal diam. Ia segera membalasnya dengan “Dia juga suka yang pedas-pedas,”. Ending cerpen ini pun menjadi bukti bahwa laki-laki harus menjadi power dalam MB. Kobar melintas dalam pikirannya.

Dalam “Berlari Semakin Jauh” (2013:22) kita bisa melihat peran perempuan melalui tokoh Siti Masmurah. Siti Masmurah biasanya akan memainkan peran yang tidak gampang. Jam terbangnya sudah tidak diragukan berhadapan dengan persoalan seperti ini. Perempuan dalam hal ini berada di antara dua lelaki, Dulmas dan Burhan, yaitu suami dan anaknya sendiri. Perempuan menjadi bijak dan adil dalam menyikapi perbedaan pandang dua lelakinya.  Sementara itu, “P tanpa Bunga” (2013:68) menampilkan penderitaan beberapa perempuan sekaligus. Seakan perempuan menyandang dosa turunan. Dosa turunan yang membuat ia harus susah payah untuk bisa hidup normal, punya suami dan anak-anak yang lucu. Cerpen ini menegaskan bahwa perempuan tidak akan “normal” jika ia tidak memiliki suami (laki-laki) dan anak-anak yang lucu. Sekali lagi, anak-anak yang lucu. Itu artinya tidak cukup satu anak.

3

Teks menyimpan begitu banyak makna tersembunyi dan itu hanya mungkin dapat ditelusuri dan diungkap lebih lengkap jika kita melacak jejak pengarangnya. Mungkin bingkai sosial, budaya, agama, yang melekati pengarangnya membuat MB sedemikian. Mungkin saja banyak makna lain tentang perempuan yang tersembunyi dalam KumcerMB karya ASA. Dengan mengenali ASA lebih jauh, lebih dari sekadar ia seorang penyair yang lahir di Barabai, yang karya-karyanya adalah ini dan itu, yang pengalamannya ternyata begini dan begitu. Mungkin perlu juga kita telusuri pemikiran-pemikirannya dalam jejak gumamnya yang sekarang entah sampai mana. Tidak berhenti sampai persoalan bentuk dan gaya semata tapi hal lain menyangkut persoalan apa yang ingin ASA sampaikan melalui gumamnya. Hal-hal lain yang membuat kita meraba-raba momentum cerpen “Abah Aluh” yang ia tulis di Sebamban, Juli 1991. Agar kita tidak mengerutkan kening saja ketika ASA mengklaim Abah Aluh sebagai pahlawan zamannya? Mengapa bukan Mama Aluh, misalnya?;) []

 

Maman S. Mahayana dan Tanggung Jawab Moralnya sebagai  Seorang Kritikus Sastra

$
0
0
Sastra

Oleh: Sawali Tuhusetya

Nama Maman S. Mahayana dalam dunia sastra Indonesia bukanlah sosok yang asing. Kiprahnya dalam ranah kritik sastra Indonesia mutakhir cukup diakui eksistensinya. Dari tangannya telah lahir banyak buku kritik sastra yang dijadikan sebagai rujukan bagi para pemerhati dan pengamat sastra. Esai-esainya yang tajam dan menggelitik juga kerapkali menghiasi media cetak nasional yang cukup disegani. Belum lagi bejibun makalah dan naskah yang dipresentasikan dalam berbagai forum ilmiah, baik di dalam maupun luar negeri. Tidak heran apabila dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI kelahiran Cirebon, 18 Agustus 1957 itu, kini mendapatkan tempat terhormat sebagai dosen tamu untuk mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia (S-1 dan S-2) di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Seoul, Korea.

maman 2

Bahrul Ulum. A. Malik, Maman S. Mahayana, saya, dan Kelana

Sebagai seorang pengajar sastra yang sekaligus seorang kritikus, Pak Maman –demikian saya biasa menyapanya— agaknya sadar betul bahwa dunia sastra tak akan pernah sanggup berkembang secara dinamis apabila para pengamat dan kritikus bersikap soliter, sibuk dengan dunianya sendiri, dan berdiri di puncak menara gading keilmuan. Dengan kata lain, seorang kritikus juga perlu memiliki “tanggung jawab moral” untuk membumikan teks-teks sastra melalui pendekatan kritik yang digunakannya untuk menguliti karya-karya sastra kepada publik. Jika seorang kritikus sastra terus-menerus bertengger di atas puncak menara gading kelimuan, maka pelan tapi pasti, teks-teks sastra yang terus mengalir deras dari tangan para sastrawan mutakhir kita akan mengalami “mati suri” hingga akhirnya tergerus  dan tenggelam menjadi “fosil” peradaban.

maman 2

Jamal D. Rahman, Bahrul Ulum. A. Malik, Maman S. Mahayana, dan saya

Secara jujur mesti diakui, sastra kita belakangan ini memang miskin kritik. Hampir setiap Minggu, teks-teks sastra, khususnya cerpen dan puisi, bertaburan di surat kabar. Belum lagi teks-teks sastra yang disajikan secara virtual melalui facebook, blog-blog pribadi, atau situs-situs sastra di internet. Namun, teks-teks sastra yang terus mengalir itu (nyaris) tanpa sentuhan yang sangat berarti dari tangan seorang kritikus. Dampaknya? Dalam pemahaman awam saya, situasi seperti itu sangatlah tidak menguntungkan bagi perkembangan sastra mutakhir kita. Disadari atau tidak, tanpa sentuhan seorang kritikus, keindahan dan keagungan nilai yang terkandung dalam teks sastra hanya menjadi “milik” sang sastrawan. Ini artinya, tanpa ada upaya serius untuk mengapresiasi dan sekaligus mengkritisi, teks-teks sastra semacam itu “hanya” akan menjadi sebuah produk budaya yang tersimpan rapi ke dalam “laci” peradaban. Ia (baca: teks sastra) hanya akan dibaca oleh beberapa gelintir orang untuk selanjutnya dilupakan begitu saja.

Lantas, apa hubungannya dengan Maman S. Mahayana? Di tengah miskinnya kritik dalam dunia sastra mutakhir kita, saya kira, Pak Maman, terbilang kritikus yang sangat tidak rela apabila teks-teks sastra kita akan bernasib sebagai pemerkaya arsip produk budaya di dalam “laci” peradaban semata. Oleh karena itu, ia merasa memiliki semacam “tanggung jawab moral” sebagai seorang akademisi sekaligus kritikus sastra untuk membumikan keindahan dan keagungan nilai dalam teks sastra kepada publik.

maman 2

Screenshoot homepage blog mahayana-mahadewa.net

Melalui blog pribadinya, mahayana-mahadewa.net, ia membuka “Ruang Apresiasi”. Menurutnya, “Ruang Apresiasi” dihadirkan dengan itikad dan niat baik. Jadi, apa pun komentar terhadap karya itu, sama sekali tidak didasari oleh kebencian atau semangat mencemooh. Ruang Apresiasi sekadar upaya silaturahmi di antara kita melalui perbincangan karya. Oleh karena itu, jika Anda tidak siap mendapat komentar atau kritikan, sebaiknya tidak mengirimkan karya Anda. Begitu juga jika komentar itu dianggap keliru, salah, atau ngawur, tempatkanlah komentar atau kritikan itu sebagai permainan tafsir yang secara akademis, diizinkan. Tafsir itu sendiri bertumpu pada teks. Dengan begitu, yang dilakukan adalah tafsir atas teks dan bukan pada persoalan di luar itu. Begitulah Pak Maman! Dalam upaya mendinamisir perkembangan sastra Indonesia mutakhir, ia membuka diri untuk menerima teks cerpen atau puisi siapa pun yang dianggap sebagai karya terbaik untuk diapresiasi dan dikritik, untuk selanjutnya dipublikasikan di blog pribadinya.

Cerpenis atau penyair yang tertarik mengirimkan karya terbaiknya untuk diapresiasi dan dikritik Pak Maman, silakan baca aturan mainnya dulu di sini. Untuk selanjutnya karya-karya terpilih yang telah mendapatkan sentuhan apresiasi dan kritik akan dipublikasikan di sini. Kesediaan Pak Maman membuka “Ruang Apresiasi” melalui blog pribadinya, saya kira merupakan perwujudan dari sikap dan tanggung jawabnya sebagai seorang kritikus sastra. Nah, selamat berkarya dan salam budaya! ***

Kopdar Guraru dalam Event Acer Guraru Award 2013

$
0
0
Blog

Oleh: Sawali Tuhusetya

Untuk pertama kalinya, sejak digelar tahun 2010, penganugerahan Acer Guraru Award 2013 akan dibarengi dengan agenda Kopi Darat (Kopdar) bagi para Guru Era Baru (Guraru). Yang tidak kalah menarik, tentu saja adalah dua agenda yang cukup “bergengsi” di kalangan Guraru, yakni presentasi tiga finalis Acer Guraru Award dan demonstrasi Mini Classes oleh para pemenang Acer Guraru Award. Sungguh, penganugerahan Acer Guraru Award 2013 tidak hanya sekadar tampil beda, tetapi juga menyentuh substansi dan “ruh” Guraru yang sesungguhnya –yang berupaya serius– untuk “melahirkan” guru-guru era baru pada abad XXI yang melek IT.

Dalam catatan saya, Program Acer Guraru merupakan satu-satunya “kompetisi blog guru” yang tidak hanya sebatas mempertimbangkan nilai kompetitif semata, tetapi juga ada follow-up-nya dengan melibatkan pemenang dalam berbagai event kegiatan edukatif, seperti seminar Guraru atau diskusi online dengan tagar #gurarutalk. Kegiatan semacam ini belum pernah dilakukan penyelenggara program  yang lain. Ini artinya, Guraru yang mendapatkan anugerah Acer Guraru Award idealnya tidak hanya piawai dalam membangun jejaring sosial secara virtual, baik melalui blog maupun media sosial, tetapi juga kompetensi dan kepiawaiannya dalam menciptakan media-media pembelajaran inovatif, untuk selanjutnya di-diseminasi-kan kepada rekan-rekan sejawat sebagai bentuk sumbangsih yang sesungguhnya terhadap dunia pendidikan.

Guraru

Daftarkan diri Sampeyan melalui award.guraru.org/daftar-kopdar untuk mengikuti rangkaian Penganugerahan Acer Guraru Award 2013

Sangat beralasan apabila dalam event Acer Guraru Award 2013 kali ini tiga finalis tidak cukup hanya dinilai “rekam jejak”-nya berdasarkan “brand-image” yang dibangun melalui jejaring virtual, tetapi juga akan diuji kepiawaiannya dalam mempresentasikan tema “Digital Native, Digital Immigrant” di depan juri (satu orang dari pihak Acer dan tiga pemenang Acer Guraru Award sebelumnya: Wijaya KusumahSawali Tuhusetya, dan Yusrizal Panjaitan). Sebuah tema yang cukup menantang ketika dunia pendidikan saat ini sudah banyak dihuni oleh generasi-generasi digital yang sudah demikian akrab dengan berbagai piranti teknologi virtual melalui internet.

Ada tiga finalis yang akan tampil unjuk presentasi, yaitu Sukani (rekam jejaknya bisa dilihat di blog pribadinya okemat.blogspot.com atau di web Guraru guraru.org), Rudy Hilkya (rekam jejaknya bisa dilihat di blog pribadinya fisikarudy.wordpress.com atau di web Guraru guraru.org), dan Siti Mugi Rahayu (rekam jejaknya bisa dilihat di blog pribadinya mugiekonomi.wordpress.com atau di web Guraru guraru.org).

Nah, siapakah nanti yang akan berhasil mendapatkan anugerah Acer Guraru Award 2013 yang cukup bergengsi itu? Nah, jika penasaran, Sampeyan bisa ikut menyaksikannya secara langsung dengan mendaftarkan diri di daftar-kopdar. Pendaftaran terbuka hanya untuk 45 peserta! Itulah acara menarik di sela-sela penganugerahan Acer Guraru Award 2013. Ada acara Kopdar yang pastinya akan berlangsung seru dan mencerahkan. Guraru yang selama ini hanya berinteraksi secara online, bisa bertemu, bersilaturahmi, dan berdiskusi secara langsung (offline), sehingga silaturahmi menjadi lebih akrab dan sarat dengan sentuhan nilai kekeluargaan.

Selain itu, Sampeyan juga bisa mengikuti demostrasi Mini Classes oleh para pemenang Acer Guraru Award, yaitu:

  1. Urip – Trik Berburu Animasi (media pembelajaran) dan Menerjemahkan Teks Animasi ke Bahasa Indonesia
  2. Agus Sampurno – Etika Mengunduh Aplikasi atau e-Book dalam Konteks Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
  3. Dedi Dwitagama – Membimbing Siswa untuk Menggunakan Internet dengan Bijak
  4. Amiroh Adnan – Langkah-langkah untuk Menggunakan Gamification dalam Pengajaran di Kelas

Guest Speaker:Bukik Setiawan – Transformasi Peran Guru di Era Pendidikan Digital

Kapan dan di manakah acara Kopdar Pertama Guraru sekaligus Penganugerahan Acer Guraru Award 2013 akan berlangsung?

Hari/Tanggal: 23 November 2013
Waktu: 10.00 – 17.00
Lokasi: Acer Lounge, The Plaza lt 42, Jl MH Thamrin Kav 28-30, Jakarta

Itulah rangkaian puncak acara Acer Guraru Award 2013. Nah, salam kreatif dan selamat bertemu dalam event yang cukup bergengsi di kalangan Guraru itu. ***

Kopdar Guraru 2013: Upaya Menguatkan Jejaring dan Komunitas Guru

$
0
0
Blog

Oleh: Sawali Tuhusetya

Untuk pertama kalinya, sejak digelar tahun 2010, penganugerahan Acer Guraru Award 2013 “tampil beda”. Setidaknya, ada tiga agenda utama yang hendak digelar, yakni penilaian akhir terhadap presentasi tiga finalis untuk menentukan pemenang, demonstrasi Mini Classes oleh para pemenang Acer Guraru Award (tahun sebelumnya), dan Kopi Darat (Kopdar) bagi para Guru Era Baru (Guraru). Proses penganugerahan dengan kemasan semacam itu jelas sangat berbeda dengan proses penganugerahan Acer Guraru Award tahun-tahun sebelumnya yang lebih banyak melakukan “rekam jejak” kandidat pemenang berdasarkan “brand image” secara virtual semata, baik melalui blog maupun media sosial. Dari sisi ini, agaknya Panitia cukup akomodatif dalam menerima masukan dari para “pemangku kepentingan” dalam upaya menemukan desain agenda yang mampu menyentuh substansi dan “ruh” Guraru yang sesungguhnya –yang berupaya serius– untuk “melahirkan” guru-guru era baru pada abad XXI yang melek IT.

workshop

Foto kenangan saya dan Pak Dedi Dwitagama ketika berlangsung acara Workshop Nasional Pembuatan Blog di Andrawina Convention Center Owabong Cottage, Purbalingga (14 Maret 2010)

Dalam catatan saya, Program Acer Guraru merupakan satu-satunya program penganugerahan award terhadap guru-guru kreatif, inovatif, dan visioner dalam memasuki dunia pendidikan abad XXI yang telah banyak dihuni oleh generasi-generasi digital yang mengalami loncatan literasi yang luar biasa dalam memanfaatkan piranti teknologi internet dalam kehidupan sehari-hari. Dalam situasi seperti itu, jelas sangat dibutuhkan Guru Era Baru (Guraru) yang piawai dan cerdas dalam memanfaatkan piranti teknologi internet dalam dunia pembelajaran. Profil guru semacam ini tentu sangat dibutuhkan kehadirannya untuk menjawab kegelisahan sejumlah kalangan yang mulai meragukan kompetensi guru dalam mendesain pembelajaran yang cerdas dan mencerahkan. Dalam konteks inilah Program Acer Guraru Award layak kita apresiasi ketika Depdikbud sebagai pihak yang –seharusnya– paling bertanggung jawab terhadap peningkatan profesionalisme guru abad XXI yang makin rumit dan kompleks justru terkesan abai dan “miskin” kepeduliannya dalam memberdayakan guru, khususnya dalam memanfaatkan teknologi internet untuk kepentingan pembelajaran.

Selain itu, Program Acer Guraru Award agaknya bukan semata-mata “kompetisi blog guru” yang hanya sebatas mempertimbangkan nilai kompetitif blog semata, melainkan juga berupaya merekam jejak dan kompetensi guru secara “komprehensif”, baik secara online maupun offline. Kalau toh ada penilaian terhadap blog guru dalam progam itu, lantaran blog telah menjadi semacam “laboratorium virtual”, tempat menyimpan dan memublikasikan karya-karya kreatif dan inovatif para Guraru di jagad maya. Bahkan, blog dinilai telah menjadi bagian dari “brand image” sang guru untuk menentukan tingkat keakraban guru dalam memanfaatkan teknologi internet. Selain blog, rekam jejak guru juga dilacak berdasarkan intensitasnya dalam berjejaring sosial, baik melalui facebook, twitter, maupun website guraru.org. Dari sinilah potret Guraru bisa dibidik untuk menentukan layak atau tidaknya seorang Guraru mendapatkan anugerah “bergengsi” itu.

Rekam jejak Guraru dalam memanfaatkan blog dan media sosial menjadi amat penting untuk dibidik dalam Acer Guraru Award lantaran setelah dinobatkan sebagai pemenang, mereka akan ditahbiskan menjadi “juru bicara” dan narasumber secara online dan offline dalam berbagai event yang digelar Acer untuk berperan serta dalam membumikan pemanfaatan teknologi internet di kalangan rekan-rekan sejawatnya. Para pemenang, sepanjang yang saya ketahui, akan dilibatkan dalam berbagai event kegiatan edukatif, seperti seminar Guraru atau diskusi online dengan tagar #gurarutalk. Ini artinya, para pemenang Acer Guraru Award tidak hanya dituntut kepiawaiannya dalam ber-internet-ria, tetapi juga kelincahan dan kemampuannya dalam membangun semangat berbagi bersama rekan-rekan sejawatnya di jagad nyata. Oleh karena itu, sangat beralasan apabila mulai tahun ini, Panitia Acer Guaru Award tidak hanya sekadar merekam jejak guru secara online, tetapi juga akan membidik kemampuan kandidat pemenang dalam berunjuk presentasi di depan juri.

Yang tidak kalah menarik, tentu saja Puncak acara Penganugerahan Acer Guraru Award 2013 itu sendiri. Ia tidak hanya menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh para kandidat pemenang, tetapi juga oleh para Guraru yang berkesempatan untuk hadir dalam acara Kopi Darat (Kopdar) Guraru yang pertama kalinya digelar itu. Menarik lantaran dari event itulah Guraru yang selama ini hanya sebatas berinteraksi secara online, mereka bisa bertemu dan bersilaturahmi secara langsung, sehingga intensitas pertemanan bisa lebih terjaga. Sungguh, bukan sebuah Kopdar biasa, lantaran para Guraru yang memiliki passion dan kepedulian yang sama dalam pemanfaatan IT akan bersemuka dalam sebuah moment yang mengharukan sekaligus mendebarkan. Mereka bisa mengikuti sekaligus menikmati Mini Classes yang dirancang dan didesain oleh para pemenang Acer Guraru Award tahun-tahun sebelumnya. Tentu, situasi seperti ini akan mampu memicu “adrenalin” para Guraru untuk makin total dan intens dalam mencerdaskan anak-anak bangsa melalui penggunaan multimedia edukatif dalam atmosfer pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Para Guraru yang selama ini terhimpun dalam komunitas virtual melalui website guraru.org memang harus diakui telah mampu menjaring banyak guru untuk saling berbagi dan bersilaturahmi. Tulisan-tulisan mereka yang inspiratif dan mencerahkan setidaknya telah ikut memacu “adrenalin” para guru untuk membangun mindset dan passion baru dalam memanfaatkan teknologi internet untuk kepentingan pembelajaran dan/atau pendidikan. Namun, semangat semacam itu jauh akan lebih bermakna apabila ditindaklanjuti dengan Kopdar Edukatif; tidak hanya sebatas bertemu muka secara fisik, tetapi juga munculnya ikatan dan sentuhan emosional melalui diskusi interaktif, sambung rasa, brainstorming, dan semacamnya. Jika atmosfer semacam itu bisa terus dijaga, bukan mustahil Komunitas Guraru akan makin diperhitungkan keberadaannya di tengah menjamurnya berbagai komunitas guru pasca-reformasi.

Kesadaran kolektif di kalangan pendidik untuk berjejaring dan berkomunitas pada era global seperti saat ini memang menjadi sebuah keniscayaan. Ia tidak hanya sekadar dijadikan sebagai sarana bersilaturahmi, tetapi juga bisa dijadikan sebagai media yang tepat untuk saling berbagi, belajar, dan berkembang bersama. Guru merupakan profesi yang dinamis seiring dengan perkembangan peradaban dan kultur masyarakatnya. Dalam konteks demikian, seorang guru tidak bisa bersikap soliter, sibuk dengan dunianya sendiri, dan terus-menerus bertengger di atas puncak menara gading keilmuan. Dengan kata lain, guru perlu membumi, menguatkan jejaring dan komunitas, untuk selanjutnya secara kolektif membukakan jalan kebenaran, kearifan, dan kecerdasan kepada anak-anak bangsa yang kini tengah bersikutat menimba ilmu di bangku pendidikan.

Kopdar Guraru 2013 yang digelar untuk pertama kalinya itu, menurut hemat saya, merupakan salah satu upaya untuk menguatkan jejaring dan komunitas guru dalam menghadapi gelombang generasi digital yang makin kompleks sekaligus menantang. Nah, selamat berkopdar, Guraru! ***

Sawali Tuhusetya
(Penerima Penghargaan Khusus Acer Guraru Award 2011)

Usai Sudah Perhelatan Tahunan Itu

$
0
0
Pendidikan

Oleh: Sawali Tuhusetya

Usai sudah perhelatan tahunan yang digelar Acer Indonesia itu. Penganugerahan Acer Guraru Award 2013 yang berlangsung di Kantor Acer Indonesia, The Plaza Office Tower Lantai 42 (sebelah Plaza Indonesia), Jalan M.H. Thamrin Kav. 28-30, Jakarta, menjadi puncak rangkaian acara yang berlangsung secara maraton sejak Agustus 2013.

Penganugerahan Acer Guraru Award tahun ini bukanlah satu-satunya agenda yang digelar. Masih ada agenda yang tak kalah seru, yakni Mini Classes yang dipresentasikan para pemenang Acer Guraru Award tahun-tahun sebelumnya, yaitu Pak Urip dengan materi “Trik Berburu Animasi (media pembelajaran) dan Menerjemahkan Teks Animasi ke Bahasa Indonesia”, Pak Agus Sampurno dengan materi “Etika Mengunduh Aplikasi atau e-Book dalam Konteks Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)”, dan Bu Amiroh Adnan dengan materi “Langkah-langkah untuk Menggunakan Gamification dalam Pengajaran di Kelas”. Sedangkan, Pak Dedi Dwitagama yang rencananya hendak menyajikan materi “Membimbing Siswa untuk Menggunakan Internet dengan Bijak” mendadak ada acara yang tak kalah penting sehingga batal unjuk presentasi. Mini Classes yang digelar di setiap ruang kelas mini ini setidaknya telah berhasil memicu “adrenalin” para Guraru yang hadir untuk menerapkannya dalam pembelajaran di kelas yang sesungguhnya.

Agenda yang tak kalah menarik tentu saja adalah unjuk presentasi yang disajikan oleh ketiga finalis, yaitu Pak Rudy Hilkya, Bu Siti Mugi Rahayu, dan Pak Sukani, yang akan menjadi penentu, siapakah finalis yang layak mendapatkan anugerah “bergengsi” dari Acer itu. Sebelum presentasi digelar, tim juri (Omjay, Sawali Tuhusetya, Yusrizal Panjaitan, dan Wahyu Widiatmoko –perwakilan dari Acer) bersama panitia berkoordinasi di Ruang Nusantara untuk menyepakati aspek-aspek penilaian yang telah ditentukan panitia. Ada diskusi hangat untuk mengerucutkan aspek-aspek penilaian sehingga sebisa mungkin terhindar dari subjektivitas. Dalam diskusi itu disepakati bahwa presentasi bukanlah satu-satunya aspek penentu kejuaraan. Ada aspek lain yang menjadi pertimbangan, yaitu aktivitas online (terutama blog) para finalis. Hal ini penting, sebab blog akan menjadi “brand abadi” Guraru yang bersangkutan yang akan terus menjadi rujukan publik dalam memberikan “citra” seorang penyandang gelar pemenang Acer Guraru Award. Setelah semua juri sepakat, akhirnya kembali ke Ruang Pleno sesuai jadwal.

Guraru Award 2013

Suasana menjelang presentasi para finalis

Guraru Award 2013

Pak Rudy Hilkya sedang beraksi

Di ruang Pleno, para Guraru dan undangan terlihat antusias untuk menyaksikan presentasi para finalis. Hal itu terbukti ketika Mbak Mitha (host dari Acer) membuka acara presentasi. Tepuk tangan pun membahana. Tak lama kemudian, suasana mendadak hening ketika Pak Rudy Hilkya dengan materi “Aplikasi Graphic dalam Pengajaran untuk Digital Natives” diberi kesempatan untuk tampil pertama. Guru SMA 2 Palangkaraya itu mampu “menghipnotis” audiens. Melalui kemampuan presentasinya yang (nyaris) tanpa cacat dengan dukungan slide yang “sempurna” berhasil membuat para Guraru, dewan juri, panitia, dan undangan yang hadir terpesona. Presentasinya cukup apik, baik dilihat dari aspek penampilan, kualitas slide, maupun content.

Guraru Award 2013

Bu Siti Mugi Rahayu sedang beraksi

Guraru Award 2013

Pak Sukani sedang beraksi

Demikian juga presentasi Bu Siti Mugi Rahayu tentang “Aplikasi Simulasi dalam Pengajaran untuk Digital Natives” yang ditampilkan pada urutan kedua. Meski –berdasarkan pengakuannya— terbilang baru dalam menguasai IT literacy  (sampai-sampai untuk membuat akun e-mail saja harus menerima masukan murid-muridnya, hehe ….), tetapi presentasinya cukup menggugah dan inspiratif dalam membangkitkan passion Guraru untuk mengaplikasikan IT dalam pembelajaran. Tepuk tangan pun menggemuruh ketika guru SMA Al-Muslim Bekasi yang suka menulis fiksi ini mengakhiri presentasinya.

Penampil terakhir adalah Pak Sukani dengan materi “Aplikasi Games dalam Pengajaran untuk Digital Natives”. Ia mengawali presentasinya dengan mengajak audiens untuk meneriakkan yel-yel “Acer, yes-go” dengan gegap-gempita, hehe … (Mas Wahyu dari Acer sempat membisiki saya, “Tidak harus seperti itu, acara ini murni presentasi untuk dunia pendidikan!”). Ya, ya, Guraru kelahiran Rembang (Jawa Tengah), 27 Juni 1985 itu memang dikenal santun, baik ketika berkomentar di web guraru.org maupun di blog pribadinya. Mungkin saja ajakan “yel-yel” semacam itu sebagai bentuk apresiasinya terhadap Acer. (Sebuah catatan kecil dari saya, Guraru yang dilibatkan dalam rangkaian kegiatan Acer tidak perlu menyebut “atribut” dan repot-repot ikut mempromosikan Acer dalam presentasinya, meskipun telah “ditahbiskan” menjadi duta. Acer sudah memiliki cara dan strategi tersendiri dalam mengelola pemasaran. Guraru “pure” untuk mengembangkan IT Lieracy dalam dunia pembelajaran/pendidikan). Kembali ke presentasi Pak Sukani. Meski slide-nya terlalu “ramai” dengan berbagai macam aksesori, ia sukses “menyihir” audiens untuk mengagumi karya-karya game aplikatif-nya di bidang Matematika yang digelutinya. Kemampuannya membuat animasi dalam aplikasi game menguatkan “brand”-nya sebagai sosok Guraru yang mumpuni. Tepuk tangan pun serentak membahana setiap kali Pak Sukani menampilkan game aplikatifnya.

Nah, tuntas sudah presentasi ketiga finalis yang atraktif itu. Untuk menentukan siapa pemenangnya, tim juri kembali berdiskusi ke Ruang Nusantara. Jujur saja, bukan hal yang mudah untuk menentukan pemenang dalam sebuah event bergengsi semacam Guraru Award, apalagi kemampuan ketiga finalis “nyaris” sempurna dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Di bawah koordinasi panitia, Tim Juri terus berdebat untuk menentukan sang juara, apalagi setelah dinobatkan sebagai sang juara, ia mesti siap menjadi duta Acer dalam berbagai kegiatan yang dihelat. Setiap juri diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil penilaian lengkap dengan berbagai catatan dan argumen untuk setiap finalis.

Hasil akumulasi nilai semua juri pada akhirnya memang mengerucut pada satu finalis. Meski demikian, sesuai kesepakatan, nilai presentasi bukan satu-satunya penentu. Para juri juga mesti mempertimbangkan aktivitas online (blog dan media sosial) para finalis. Dan … setelah melalui diskusi dan debat yang “alot”, akhirnya Tim Juri sepakat untuk menentukan urutan para jawara, yaitu Pak Sukani dengan total nilai 461.75 sebagai Juara I (berhak menyandang Acer Guraru Award), Pak Rudy Hilkya dengan total nilai 424.25 sebagai Juara II, dan Bu Siti Mugi Rahayu dengan total nilai 391.75 sebagai Juara III. Saya pun didaulat mewakili Tim Juri untuk menyampaikan hasil penilaian itu kepada audiens di Ruang Pleno.

Guraru Award 2013

Pengumuman Pemenang Acer Guraru Award 2013 di Ruang Pleno

Guraru Award 2013

Pak Sukani tampak kerepotan menerima hadiah dari Acer Indonesia

Dengan nada haru, saya harus mengumumkan pemenang Acer Guraru Award 2013 di Ruang Pleno yang sudah ditunggu-tunggu audiens. Tepuk tangan pun membahana seperti menggetarkan ruang di lantai 42 Kantor Acer Indonesia setiap kali saya mengumumkan nama-nama pemenang. Ucapan selamat terus mengalir kepada Guraru yang kelak akan menjadi duta Acer itu. Lampu blitz pun menyala dari segala penjuru untuk mengabadikan peristiwa “bersejarah” itu.

Guraru Award 2013

Foto “narsis” para Guraru dan Panitia dalam ajang Acer Guraru Award 2013

Guraru Award 2013

Foto pemenang Acer Guraru Award Tahun 2010-2013

Moment “bersejarah” itu segera dimanfaatkan oleh para Guraru yang hadir dalam Kopdar untuk foto bersama dengan berbagai gaya khas masing-masing, meski kesan narsis tak bisa dihindarkan, hehe … Nah, selamat buat para jawara, semoga makin menguat passion-nya dalam mengembangkan IT dalam dunia pembelajaran, kian dahsyat semangatnya dalam berbagi, belajar, dan berkembang bersama guraru.org. Apa yang telah berhasil diukir para jawara Guraru tahun ini bisa jadi baru merupakan “starting-point” untuk membumikan pengembangan IT Literacy dalam dunia pembelajaran/pendidikan. Ke depan, masih banyak tantangan yang perlu dijawab.

Yusuf AN

Mas Yusuf AN hadir di Kopdar Guraru dengan topi khasnya

Yusuf AN

Cover Kumcer Gadis Kecil yang Mencintai Nisan

Usai sudah perhelatan tahunan yang digelar Acer Indonesia itu. Yang seru dan mengharukan, tentu saja, Kopdar bersama para Guraru yang dengan penuh antusias mengikuti setiap agenda yang digelar. Sambutan panitia dan segenap awak Acer yang begitu ramah dan bersahabat membuat suasana makin akrab dan penuh kekeluargaan. Satu lagi kebahagiaan saya, selain bertemu dengan para Guraru yang kreatif dan inovatif, adalah pertemuan saya dengan Mas Yusuf Amin Nugroho. Pengarang yang kini menjadi guru MTs Negeri Wonosobo ini menghadiahi saya sebuah buku kumpulan cerpen karyanya bertajuk Gadis Kecil yang Mencintai Nisan setebal 92 halaman yang diterbitkan oleh Indie Book Corner (2012), Yogyakarta. Namun, lantaran keterbatasan waktu, saya belum sempat membaca kumpulan cerpen menarik ini. Mudah-mudahan saya sempat membacanya secara intens dan me-review-nya. Terima kasih, Mas Yusuf, teruslah berkarya, terus hiasi halaman-halaman sastra negeri ini dengan goresan penamu yang “liar” dan mencengangkan.

Nah, selamat bertemu kembali pada event Acer Guraru Award 2014. Salam Guraru! ***

Viewing all 147 articles
Browse latest View live